Ayat Yosua 24:3 ini adalah pengantar yang kuat dalam pidato perpisahan Yosua kepada bangsa Israel di Sikhem. Ini bukan sekadar pengulangan sejarah, melainkan sebuah pengingat yang mendalam tentang kesetiaan Allah yang tak tergoyahkan kepada umat pilihan-Nya. Melalui kata-kata Yosua, kita dibawa kembali ke akar iman bangsa Israel, melihat bagaimana Allah secara aktif campur tangan dalam kehidupan mereka, bahkan sebelum mereka menyadarinya.
Perjalanan Abraham dari seberang Sungai Efrat adalah langkah awal dari sebuah rencana ilahi yang monumental. Allah tidak menunggu Abraham siap, tetapi Dia yang memanggil dan memimpinnya. Ini menunjukkan inisiatif Allah dalam hubungan-Nya dengan manusia. Abraham dipanggil keluar dari negerinya yang dikenal, menuju tanah yang belum pasti, semata-mata atas dasar janji dan kepercayaan kepada Tuhan. Tindakan ini menjadi fondasi bagi seluruh perjalanan iman Israel.
Allah tidak hanya memanggil Abraham, tetapi juga "memperbanyak keturunannya." Ini adalah janji kedua yang krusial. Bangsa Israel saat itu adalah keturunan yang sangat sedikit, bahkan pada awalnya Abraham tidak memiliki anak. Namun, Allah berjanji akan menjadikannya bangsa yang besar. Janji ini memberikan harapan dan kepastian di tengah ketidakpastian. Ini mengajarkan kita bahwa pertumbuhan dan kemakmuran sering kali dimulai dari hal yang kecil, ketika kita bersandar pada kuasa ilahi.
Pemberian Ishak adalah penegasan janji Allah. Ishak adalah anak perjanjian, benih yang dijanjikan di mana keturunan Abraham akan disebut. Kelahirannya adalah manifestasi konkret dari kesetiaan Allah terhadap janji-Nya, terutama ketika Abraham dan Sara sudah melewati usia subur. Ini adalah bukti bahwa Allah mampu melakukan hal yang mustahil dan bahwa janji-Nya tidak pernah gagal.
Mengapa Yosua mengingatkan Israel akan hal ini di momen krusial ini? Bangsa Israel baru saja menaklukkan Kanaan dan akan membagi tanah warisan mereka. Mereka berada di ambang memasuki fase baru dalam sejarah mereka. Yosua ingin mereka memahami bahwa kepemilikan mereka atas tanah Kanaan bukanlah hasil kekuatan militer semata, tetapi adalah bagian dari rencana Allah yang dimulai dari Abraham. Pengingat ini bertujuan untuk memperkuat iman mereka, agar mereka tidak melupakan Allah yang telah membawa mereka sejauh ini, dan agar mereka setia kepada-Nya di tanah baru mereka.
Kisah Abraham, keturunannya, dan Ishak mengajarkan kita tentang sifat Allah yang setia, yang memenuhi janji-Nya bahkan melintasi generasi. Ini adalah panggilan untuk kita hari ini untuk mengenali campur tangan Allah dalam hidup kita, untuk percaya pada janji-janji-Nya, dan untuk tetap setia kepada-Nya, bagaimanapun keadaan kita. Seperti Abraham, kita dipanggil untuk menanggapi panggilan-Nya dan hidup dalam persekutuan yang mendalam dengan-Nya, mengetahui bahwa Dia adalah Allah yang telah, sedang, dan akan selalu setia.