"Beginilah nas yang dibacanya: Seperti seekor domba ia dibawa ke pembantaian, dan seperti anak domba yang cambuknya membungkam, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya."
Kisah pertemuan Filipus dengan seorang pejabat Etiopia ini merupakan salah satu momen paling menyentuh dan signifikan dalam narasi Alkitab mengenai penyebaran Injil di luar komunitas Yahudi. Ayub 8:32 ini bukan sekadar kutipan, melainkan sebuah pintu gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam tentang iman, wahyu, dan bagaimana Firman Tuhan dapat menjangkau hati yang paling terpencil sekalipun. Tokoh utama dalam kisah ini adalah seorang sida-sida dari Ethiopia, seorang yang memiliki kedudukan penting dan kekuasaan di istana Kandake, ratu Ethiopia. Ia datang ke Yerusalem untuk beribadah, sebuah indikasi bahwa ia telah memiliki ketertarikan terhadap Tuhan Israel, meski ia bukan seorang Yahudi asli.
Dalam perjalanannya pulang, pejabat Etiopia ini sedang membaca kitab Nabi Yesaya, namun ia merasa bingung dan membutuhkan seseorang untuk menjelaskan makna bacaannya. Di sinilah peran malaikat Tuhan dan kesigapan Filipus terlihat. Malaikat Tuhan mengarahkan Filipus untuk pergi ke arah selatan, ke jalan yang sunyi. Filipus pun pergi dan mendapati sida-sida itu sedang membaca Kitab Suci. Kesempatan emas ini tidak dilewatkan oleh Filipus. Ia bertanya kepada sida-sida tersebut, "Apa yang engkau baca?" Pertanyaan sederhana namun krusial ini membuka dialog yang penuh dengan hikmat ilahi.
Sida-sida tersebut, dengan jujur, mengakui bahwa ia tidak mengerti apa yang dibacanya. Ia kemudian mengundang Filipus untuk naik dan duduk bersama-samanya. Di sinilah Filipus mulai memberitakan Injil Yesus Kristus kepada orang Etiopia itu, dan ia memulai penjelasannya dari nas yang sedang dibaca oleh sida-sida tersebut. Ayat yang dibaca, yaitu Yesaya 53:7-8, berbicara tentang seorang Hamba yang Menderita, sebuah nubuat yang secara luar biasa menunjuk kepada Yesus Kristus. Filipus menjelaskan bahwa nas itu berbicara tentang Yesus.
Kisah ini menekankan beberapa poin penting. Pertama, pentingnya Firman Tuhan. Sida-sida tersebut mencari Tuhan dan membaca Kitab Suci, menunjukkan kerinduan rohaninya. Kedua, kebutuhan akan penafsiran yang benar. Banyak orang membaca Alkitab, namun tanpa bimbingan Roh Kudus atau penafsiran yang benar, makna sebenarnya bisa tersembunyi. Ketiga, kuasa Injil untuk menjangkau segala bangsa. Ethiopia, yang berada di benua Afrika, mewakili salah satu bangsa pertama di luar Yudaisme yang mendengar kabar baik tentang Yesus secara langsung melalui hamba Tuhan yang diutus.
Ketika mereka sampai di suatu tempat yang ada airnya, sida-sida itu meminta Filipus untuk membaptisnya. Ini adalah momen penting dari pengakuan iman dan komitmen. Filipus pun membaptisnya, menandai awal baru dalam kehidupan orang Etiopia tersebut sebagai seorang pengikut Kristus. Setelah itu, Roh Tuhan mengangkat Filipus, dan sida-sida itu melanjutkan perjalanannya dengan hati yang penuh sukacita dan iman yang baru diperbaharui. Kisah ini adalah bukti nyata bahwa Tuhan peduli pada setiap individu, di mana pun mereka berada, dan bahwa kabar keselamatan tersedia bagi semua orang yang mencari-Nya dengan tulus. Pertemuan antara Filipus dan sida-sida Etiopia ini menjadi tonggak sejarah dalam misi Kristen, menunjukkan bahwa Injil tidak terbatas oleh batas geografis atau etnis.