Yosua 5:11 menandai sebuah momen krusial dalam perjalanan bangsa Israel. Setelah melewati padang gurun selama empat puluh tahun, mereka akhirnya tiba di tanah perjanjian, Kanaan. Kedatangan ini tidak hanya berarti berakhirnya masa pengembaraan yang penuh tantangan, tetapi juga awal dari sebuah era baru, di mana janji Allah tentang tanah yang melimpah akan segera terwujud.
Ayat ini secara spesifik menggambarkan perayaan Paskah yang dilakukan oleh bangsa Israel. Paskah adalah peringatan tahunan yang mengingatkan mereka akan pembebasan ajaib dari perbudakan di Mesir. Perayaan ini selalu identik dengan konsumsi roti yang tidak beragi dan gandum pahit. Roti tak beragi melambangkan ketergesaan umat Israel saat mereka keluar dari Mesir, tanpa sempat menunggu adonan roti mereka mengembang. Sedangkan gandum pahit mengingatkan akan kepahitan perbudakan yang mereka alami.
Namun, dalam konteks Yosua 5:11, perayaan Paskah ini memiliki makna yang lebih dalam. Mereka merayakannya di tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan oleh Allah. Ini bukan lagi hanya peringatan akan pembebasan masa lalu, tetapi juga tanda syukur dan keyakinan akan berkat masa depan. Mereka telah tiba di tanah di mana susu dan madu mengalir, tanah yang akan mereka taklukkan dan tinggali.
Perayaan ini terjadi setelah mereka disunat di Gilgal, sebuah tindakan yang melambangkan pembaruan perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Dengan hati yang diperbarui dan komitmen yang teguh, mereka memasuki tanah Kanaan. Keesokan harinya, seperti yang dicatat dalam ayat berikutnya, manna yang selama ini menjadi makanan mereka di padang gurun berhenti turun. Ini menunjukkan bahwa mereka kini akan memakan hasil dari tanah Kanaan, hasil panen yang melimpah yang telah dijanjikan.
Yosua 5:11 mengajarkan kita tentang pentingnya mengingat karya-karya besar Allah di masa lalu, sekaligus menyongsong masa depan dengan penuh iman. Perayaan Paskah di tanah perjanjian menjadi simbol transisi dari ketergantungan pada pemeliharaan ilahi yang luar biasa (manna) menuju pemanfaatan berkat yang disediakan-Nya melalui kekayaan alam. Ini adalah gambaran tentang bagaimana Allah menepati janji-Nya, membawa umat-Nya dari kesulitan menuju kelimpahan, dari penantian menjadi kepemilikan.
Bagi kita hari ini, ayat ini dapat menginspirasi rasa syukur atas berkat-berkat yang telah Allah limpahkan dalam hidup kita, baik yang bersifat spiritual maupun jasmani. Ini juga mendorong kita untuk tetap teguh dalam iman, menyadari bahwa Allah selalu setia pada janji-janji-Nya. Sebagaimana bangsa Israel menikmati hasil panen di tanah perjanjian, kita pun dapat percaya bahwa Allah akan memelihara dan memberkati kita di jalan kehidupan ini, membawa kita menuju kepenuhan berkat-Nya.