Ayat Yosua 6:6 mencatat sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel: instruksi Tuhan kepada Yosua untuk mengepung kota Yerikho. Setelah bertahun-tahun perjalanan di padang gurun dan berhasil memasuki Tanah Perjanjian, bangsa Israel dihadapkan pada tantangan fisik dan militer yang besar di Yerikho. Kota ini adalah benteng pertahanan yang kuat dengan tembok-tembok yang menjulang tinggi, seolah tak mungkin ditembus oleh pasukan yang jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah musuh yang dihadapi.
Perintah yang Unik dan Tantangan Iman
Perintah yang diberikan oleh Tuhan melalui Yosua sangat tidak lazim. Alih-alih menyerang dengan strategi perang konvensional, bangsa Israel diperintahkan untuk mengelilingi kota setiap hari selama tujuh hari. Pada hari ketujuh, mereka harus mengelilingi kota tujuh kali, dan para imam harus meniup sangkakala diiringi teriakan perang dari seluruh umat Israel. Perintah ini jelas menuntut iman yang luar biasa. Mengapa harus mengelilingi tembok yang kokoh tanpa melakukan serangan fisik? Ini adalah ujian kepercayaan mutlak kepada janji dan kuasa Tuhan, bukan kepada kekuatan manusia.
Instruksi tersebut diutarakan secara spesifik: "Ambillah tabut perjanjian itu, dan biar tujuh orang imam membawa tujuh sangkakala tanduk domba di depan tabut TUHAN." Ketaatan pada detail ini menjadi kunci. Tabut Perjanjian adalah simbol kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya. Kehadiran Tuhan inilah yang seharusnya menjadi sumber kekuatan dan keyakinan mereka. Sangkakala, yang terbuat dari tanduk domba (shofar), memiliki makna spiritual yang dalam dalam tradisi Israel; seringkali digunakan untuk memanggil pertemuan, memperingatkan, atau sebagai tanda seruan perang yang ilahi. Di sini, penggunaannya lebih dari sekadar bunyi; ia adalah bagian dari seruan iman dan penyerahan diri kepada rencana Tuhan.
Kemenangan Bukan dari Kekuatan Sendiri
Kisah pengepungan Yerikho, yang dimulai dengan ayat ini, adalah pengingat abadi bahwa kemenangan sejati seringkali datang bukan dari kekuatan militer atau kecerdikan strategis manusia, melainkan dari ketaatan yang teguh pada firman Tuhan. Yosua dan bangsa Israel belajar bahwa ketika mereka sepenuhnya bersandar pada Tuhan, Dia akan bertindak demi mereka dengan cara yang melampaui pemahaman dan kemampuan mereka. Tembok Yerikho runtuh bukan karena dihantam oleh alat perang, melainkan karena kekuatan ilahi yang bekerja melalui ketaatan umat-Nya yang setia.
Di zaman modern ini, kita mungkin tidak menghadapi tembok Yerikho secara harfiah. Namun, kita seringkali dihadapkan pada tantangan, rintangan, dan "tembok" pribadi maupun kolektif yang tampak mustahil untuk diatasi. Kisah Yosua 6:6 mengajarkan kita bahwa dalam menghadapi kesulitan apa pun, langkah pertama adalah mendengarkan dan menaati perintah Tuhan. Seruan iman, diiringi dengan tindakan ketaatan, dapat menjadi kunci untuk melihat "tembok" kehidupan kita runtuh, membuka jalan bagi berkat dan kemenangan yang dijanjikan Tuhan. Ini adalah pelajaran tentang bagaimana iman, yang diwujudkan dalam ketaatan, adalah fondasi utama untuk menghadapi dan mengalahkan setiap tantangan.