Yosua 9:18 - Perjanjian dengan Gibeon yang Licik

"Tetapi orang Israel tidak memukul mereka kalah, karena para pemimpin jemaat telah bersumpah kepada mereka demi TUHAN, Allah Israel. Lalu seluruh jemaat bersungut-sungut kepada para pemimpin."

Keraguan Perjanjian Terikat Janji Ditepati

Kisah ini tercatat dalam Kitab Yosua, bab 9, di mana bangsa Israel sedang dalam proses menaklukkan Tanah Perjanjian. Suatu hari, bangsa Gibeon, yang mengetahui kekuatan militer Israel yang luar biasa, memutuskan untuk tidak melawan. Alih-alih, mereka memilih untuk menggunakan tipu daya demi menyelamatkan diri. Mereka berpura-pura datang dari negeri yang jauh, dengan pakaian lusuh dan kantong kulit yang usang, serta bekal roti yang sudah kering. Tujuannya jelas: untuk membuat Yosua dan para pemimpin Israel percaya bahwa mereka adalah utusan dari negeri yang jauh yang ingin mengadakan perjanjian damai.

Strategi Gibeon berhasil. Para pemimpin Israel, tanpa meminta petunjuk dari Tuhan, terpedaya oleh penampilan dan cerita bangsa Gibeon. Mereka terkesan dengan bukti-bukti yang disajikan dan kemudian membuat perjanjian damai dengan mereka. Perjanjian ini mengikat bangsa Israel untuk tidak memerangi Gibeon dan untuk tidak memusnahkan mereka. Sayangnya, ketidakhati-hatian ini membawa konsekuensi yang panjang. Tiga hari kemudian, bangsa Israel mengetahui bahwa Gibeon sebenarnya adalah tetangga mereka, yang berada di dalam negeri Kanaan, dan seharusnya menjadi sasaran penaklukan.

Ayat Yosua 9:18 menggambarkan reaksi langsung bangsa Israel terhadap penipuan ini: "Tetapi orang Israel tidak memukul mereka kalah, karena para pemimpin jemaat telah bersumpah kepada mereka demi TUHAN, Allah Israel. Lalu seluruh jemaat bersungut-sungut kepada para pemimpin." Ayat ini menyoroti dua poin penting. Pertama, meskipun mereka telah ditipu, bangsa Israel tidak bisa melanggar janji yang telah mereka buat, terutama karena janji itu dibuat di hadapan Tuhan. Hukum ilahi menghargai perjanjian dan sumpah. Kedua, ayat ini juga menunjukkan ketidakpuasan dan kekecewaan yang meluas di kalangan umat Israel. Mereka merasa tertipu dan marah kepada para pemimpin yang dianggap telah membuat keputusan gegabah tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Peristiwa Gibeon menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Israel tentang pentingnya kebijaksanaan, kehati-hatian, dan terutama, bertanya kepada Tuhan sebelum membuat keputusan besar. Kesalahan ini mengajarkan mereka untuk tidak hanya mengandalkan logika dan penampilan, tetapi juga mencari bimbingan ilahi dalam setiap langkah strategis mereka. Meskipun akhirnya bangsa Gibeon tidak dimusnahkan, mereka dijadikan sebagai tukang kayu dan tukang air bagi bangsa Israel dan di tempat ibadah mereka, sebagai pengingat abadi akan kecerobohan para pemimpin mereka. Kisah ini mengingatkan kita bahwa janji, sekali dibuat, harus ditepati, tetapi juga penting untuk membuat janji dengan bijak dan berdasarkan kebenaran.

Dalam konteks yang lebih luas, perjanjian yang dibuat dengan Gibeon meskipun berdasarkan tipu daya, akhirnya mengarah pada sebuah bentuk integrasi budaya dan kehidupan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dari sebuah kesalahan, Tuhan dapat bekerja untuk tujuan yang lebih besar, meskipun melalui cara yang tidak selalu mudah bagi manusia.