Yosua 9:20 - Belajar dari Kesalahan Orang Gibeon

"Hendaklah kita membiarkan mereka hidup, supaya jangan bangkit murka terhadap kita karena sumpah yang telah kita buat dengan mereka."

Kisah di balik ayat Yosua 9:20 adalah sebuah pelajaran berharga tentang konsekuensi dari kebohongan, bahkan ketika motifnya terkesan demi keselamatan. Orang Gibeon, menyadari kekuatan dahsyat bangsa Israel yang dipimpin oleh Yosua, memutuskan untuk tidak melawan secara fisik. Alih-alih, mereka memilih jalan tipu muslihat. Dengan mengenakan pakaian usang, membawa kantung kulit yang sudah tua dan rusak, serta roti yang sudah keras dan berjamur, mereka datang kepada Yosua dan bangsa Israel seolah-olah mereka datang dari negeri yang sangat jauh.

Strategi mereka berhasil. Bangsa Israel tertipu oleh penampilan dan cerita orang Gibeon. Mereka tidak bertanya kepada TUHAN, sebuah kelalaian yang krusial. Akibatnya, mereka membuat perjanjian damai dengan orang Gibeon, berjanji untuk tidak menyerang dan membiarkan mereka hidup. Kehidupan orang Gibeon terselamatkan berkat kebohongan yang mereka rancang dengan rapi.

Namun, setelah beberapa hari, kebenaran terbongkar. Yosua dan bangsa Israel mengetahui bahwa orang Gibeon sebenarnya adalah tetangga mereka, penghuni tanah Kanaan yang seharusnya ditaklukkan. Terpojok oleh kebohongan ini, bangsa Israel menghadapi dilema besar. Di satu sisi, mereka terikat oleh sumpah yang telah mereka buat. Di sisi lain, mereka seharusnya menghancurkan seluruh penduduk Kanaan sesuai perintah Allah.

Dalam situasi inilah muncul perkataan dalam Yosua 9:20. Para pemimpin bangsa Israel, terutama Yosua, berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan. Mereka menyadari bahwa melanggar sumpah demi kebenaran yang tertunda justru akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Mengapa? Karena sumpah yang mengikat perjanjian telah dibuat di hadapan TUHAN. Melanggar sumpah tersebut berarti menghina TUHAN dan menimbulkan murka-Nya. Oleh karena itu, solusi yang mereka ambil adalah membiarkan orang Gibeon hidup demi kehormatan sumpah.

Ilustrasi simbol perdamaian dengan latar belakang biru dan teks peringatan samar
Ilustrasi simbol perdamaian dengan latar belakang biru dan teks peringatan samar.

Pelajaran dari Yosua 9:20 sangat relevan bagi kita. Pertama, ini mengajarkan pentingnya kejujuran dalam segala hal. Kebohongan, sekecil apapun, dapat berujung pada konsekuensi yang tidak terduga dan rumit. Kedua, pentingnya kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Bangsa Israel seharusnya melibatkan TUHAN dalam setiap langkah mereka, terutama ketika berhadapan dengan penduduk tanah perjanjian. Kelalaian ini membawa mereka pada situasi yang canggung.

Lebih jauh, ayat ini menunjukkan bagaimana sumpah dan perjanjian yang dibuat dengan sungguh-sungguh harus dihormati. Meskipun dasar dari perjanjian itu adalah kebohongan, melanggarnya justru dianggap lebih buruk. Ini bukan berarti membenarkan kebohongan, melainkan menunjukkan beratnya konsekuensi dari pelanggaran sumpah di mata Allah. Orang Gibeon akhirnya menjadi pelayan bagi bangsa Israel, sebuah bentuk hukuman yang lunak namun tetap menjadi pengingat atas tindakan mereka.

Kisah ini mengingatkan kita untuk selalu berjalan dalam terang kebenaran, bertindak dengan integritas, dan selalu mencari hikmat dari sumber yang tertinggi sebelum membuat komitmen atau keputusan penting. Kejujuran membangun kepercayaan, sementara kebohongan meruntuhkannya, dan seringkali membawa pada kesulitan yang lebih besar daripada yang ingin dihindari.