Ayat Yosua 9:4 mencatat sebuah strategi licik yang digunakan oleh penduduk Gibeon untuk menyelamatkan diri mereka dari ancaman kehancuran oleh bangsa Israel. Ketika Yosua dan pasukannya bergerak maju untuk menaklukkan tanah Kanaan, banyak kota dan kerajaan memilih untuk menyerah atau bergabung dengan Israel. Namun, orang Gibeon memiliki pilihan yang berbeda: mereka memilih untuk menggunakan tipu daya. Strategi mereka bukanlah kekuatan militer, melainkan penampilan yang meyakinkan bahwa mereka berasal dari negeri yang jauh.
Deskripsi dalam ayat ini begitu gamblang: "Maka orang-orang itu bertindak dengan cerdik; mereka pergi dan menyamar, memakai pakaian usang dan kantung anggur yang tua, yang sudah robek dan diperbaiki." Pakaian yang lusuh, sepatu yang usang, dan kantung anggur yang tampaknya sudah digunakan selama bertahun-tahun, semuanya adalah elemen penting dari penyamaran mereka. Hal ini dirancang untuk memberi kesan bahwa mereka telah melakukan perjalanan yang sangat jauh, sehingga mereka tidak mungkin menjadi bagian dari bangsa-bangsa Kanaan yang ditujukan untuk dimusnahkan. Mereka ingin menciptakan narasi kelelahan dan pengembaraan yang panjang.
Kecerdikan ini bukanlah tentang kekerasan, melainkan tentang pemahaman psikologi dan strategi diplomasinya. Mereka tidak melawan Israel dengan pedang, tetapi dengan cerita. Mereka memanipulasi persepsi dan prasangka bangsa Israel. Bangsa Israel, pada saat itu, memiliki perintah ilahi untuk memusnahkan bangsa-bangsa Kanaan, tetapi mereka juga diajarkan untuk tidak menyerang orang-orang dari jauh yang ingin berdamai. Orang Gibeon memanfaatkan celah ini. Mereka bertaruh bahwa penampilan mereka yang menyedihkan dan cerita perjalanan jauh mereka akan membuat bangsa Israel ragu untuk menyerang dan justru membujuk mereka untuk membuat perjanjian.
Keberhasilan strategi Yosua 9:4 ini menunjukkan bahwa kemenangan tidak selalu datang dari kekuatan fisik semata. Terkadang, kebijaksanaan, kecerdikan, dan pemahaman mendalam tentang situasi serta lawan bisa menjadi kunci. Orang Gibeon menyadari bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan tentara Israel yang dipimpin oleh Yosua, yang sebelumnya telah melihat mukjizat besar dalam penyeberangan Sungai Yordan dan kejatuhan Yerikho. Oleh karena itu, mereka beralih ke cara lain yang membutuhkan keberanian dan persiapan matang.
Namun, penting juga untuk dicatat bahwa tindakan ini akhirnya membawa konsekuensi. Meskipun bangsa Israel membuat perjanjian dengan mereka, perjanjian itu didasarkan pada kebohongan. Bertahun-tahun kemudian, bangsa Israel menyadari penipuan Gibeon. Meskipun mereka tidak bisa membatalkan perjanjian yang telah mereka buat demi sumpah mereka, mereka menjadikan orang Gibeon sebagai pekerja di rumah Tuhan, menebang kayu dan menimba air untuk mezbah. Ini mengajarkan pelajaran penting tentang pentingnya kejujuran dalam segala aspek kehidupan, bahkan ketika dihadapkan pada situasi yang sulit atau mengancam.