"baik dengan makanan roti yang telah mereka bawa untuk persediaan, baik dengan kantung kulitnya yang sudah lusuh dan koyak-koyak, dan diperbaiki dengan perca."
Kisah dalam Yosua 9:5 menampilkan sebuah momen yang sarat makna, sebuah strategi licik yang dilakukan oleh orang-orang Gibeon untuk menyelamatkan diri dari ancaman bangsa Israel. Mereka mengenakan pakaian lusuh, membawa roti yang sudah basi, dan kantung-kantung kulit yang tampak tua dan sobek. Tujuannya adalah untuk meyakinkan Yosua dan para pemimpin Israel bahwa mereka datang dari negeri yang jauh, bukan dari wilayah Kanaan yang harus dikuasai. Tindakan ini, meskipun merupakan sebuah tipuan, menyoroti keinginan mereka untuk bertahan hidup dan bagaimana mereka menggunakan segala cara yang mereka anggap efektif untuk mencapai tujuan tersebut.
Lebih dari sekadar cerita tentang kelicikan, ayat ini mengundang kita untuk merenungkan tentang persepsi dan realitas. Para orang Gibeon memainkan persepsi Israel tentang ancaman, dengan sengaja menciptakan citra diri sebagai pelancong yang lelah dan kelaparan, bukan sebagai musuh yang bersembunyi. Pakaian usang dan bekal makanan yang tampak basi bukanlah sekadar properti, melainkan alat persuasi yang dirancang untuk membangkitkan belas kasihan dan kepercayaan, atau setidaknya keraguan, di pihak Israel. Strategi ini pada akhirnya berhasil, karena bangsa Israel tidak meminta nasihat TUHAN, yang merupakan kekhilafan besar yang akan membawa konsekuensi di kemudian hari.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi di mana kita perlu membuat keputusan berdasarkan informasi yang terbatas atau bahkan informasi yang menyesatkan. Prinsip di balik aksi orang Gibeon mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam menilai orang lain dan situasi. Terlalu mudah untuk terpukau oleh penampilan luar atau cerita yang disajikan, tanpa menggali lebih dalam atau mencari kebenaran yang sesungguhnya. Ketaatan pada prinsip-prinsip rohani dan kebijaksanaan ilahi menjadi kunci untuk menghindari jebakan seperti yang dialami oleh bangsa Israel dalam peristiwa ini.
Kisah ini juga mengajarkan pentingnya integritas. Meskipun orang Gibeon menggunakan tipuan, Israel seharusnya bertindak berdasarkan perintah Tuhan yang jelas mengenai penaklukan tanah Kanaan. Kegagalan mereka untuk mencari pimpinan Tuhan sebelum membuat perjanjian menandakan kelemahan iman dan kepercayaan pada kemampuan mereka sendiri atau pada penampilan luar. Ketaatan kepada TUHAN, yang sering kali menuntut keberanian dan iman, adalah jalan yang paling aman dan benar.
Mempertimbangkan Yosua 9:5, kita diingatkan bahwa kebijaksanaan dalam menghadapi dunia yang kompleks sering kali datang dari pemahaman yang mendalam tentang hikmat ilahi. Mengandalkan akal manusia semata atau terbuai oleh penampilan luar dapat berujung pada kesalahan. Melalui ayat ini, kita diajak untuk selalu memeriksa motivasi kita, cara kita berinteraksi dengan orang lain, dan yang terpenting, menempatkan Tuhan sebagai penuntun utama dalam setiap langkah kehidupan kita.