Zakharia 11:1 - Nubuat Sang Gembala yang Takut

"Bukalah pintu-pintumu, Libanon, supaya api menjalar di dalam pohon-pohon ceri-mu!"
Kehancuran Menyelimuti
Simbol kehancuran yang menyelimuti seperti api yang merayap.

Zakharia 11:1 mengawali sebuah perikop yang penuh dengan gambaran simbolis tentang penghakiman yang akan datang atas Israel. Ayat ini membuka tirai kepada sebuah penglihatan yang kuat, sebuah seruan surgawi yang memerintahkan agar pintu-pintu dibukakan, bukan untuk menyambut tamu, tetapi untuk mengizinkan malapetaka memasuki wilayah tersebut. Frasa "Bukalah pintu-pintumu, Libanon" bukanlah undangan bagi kebaikan, melainkan sebuah deklarasi kehancuran yang tak terhindarkan. Libanon, yang terkenal dengan hutan cemaranya yang megah dan megah, di sini digambarkan sebagai sesuatu yang akan diserbu.

Perintah untuk membuka pintu-pintu adalah isyarat yang mengejutkan. Biasanya, pintu ditutup dan dikunci untuk melindungi dari ancaman. Namun, di sini, pintu-pintu dibuka lebar-lebar, seolah-olah menunjukkan ketidakberdayaan atau kepasrahan menghadapi apa yang akan datang. Api yang disebutkan, "supaya api menjalar di dalam pohon-pohon ceri-mu," adalah metafora yang kuat untuk kehancuran, penghakiman ilahi yang akan membakar dan melenyapkan. Pohon-pohon ceri, yang melambangkan kehidupan, kesuburan, dan keindahan, kini akan menjadi sasaran api penghancur. Ini adalah gambaran yang sangat kontras, menyoroti betapa totalnya kehancuran yang digambarkan.

Para ahli tafsir Alkitab sering kali melihat bagian ini dalam konteks penghakiman Allah terhadap umat-Nya karena dosa-dosa mereka dan penolakan mereka terhadap kepemimpinan ilahi. Libanon, dalam konteks nubuat Zakharia, sering kali merujuk pada wilayah Israel atau Yerusalem itu sendiri. Api yang menjalar bisa melambangkan invasi militer, pembuangan, atau penderitaan yang mendalam. Ini adalah pesan peringatan yang keras, yang menekankan konsekuensi dari ketidaktaatan terhadap Allah.

Lebih jauh, ayat ini berfungsi sebagai prolog untuk bagian selanjutnya dari pasal 11, di mana Zakharia menggambarkan dirinya bertindak sebagai gembala bagi umat Allah. Namun, gembala ini bukanlah sosok yang melindungi, melainkan sosok yang dilukai dan akhirnya menolak kawanan domba tersebut karena kesombongan dan ketidaktaatan mereka. Penglihatan tentang api yang menjalar di Libanon menciptakan suasana horor dan keputusasaan yang mendahului peran Zakharia sebagai gembala. Ini menunjukkan bahwa masa depan yang menanti umat Allah bukanlah masa depan kedamaian dan kemakmuran, tetapi masa depan yang penuh dengan penderitaan dan kehilangan.

Pesan dalam Zakharia 11:1 bersifat universal dalam arti bahwa ia berbicara tentang konsekuensi dari tindakan kolektif dan individual. Ia mengingatkan kita bahwa bahkan hal-hal yang dianggap indah dan subur dapat dihancurkan ketika penghakiman ilahi ditimpakan. Keindahan dan kekayaan Libanon yang diprediksi akan dilalap api adalah pengingat yang menyedihkan tentang kerapuhan segala sesuatu yang dibangun tanpa dasar yang kokoh dalam ketaatan kepada Sang Pencipta. Penglihatan ini mengajak kita untuk merenungkan keselamatan rohani dan ketundukan kepada kehendak ilahi sebagai prioritas utama.