"Lalu tanyaku kepada malaikat itu, yang berbicara kepadaku: 'Apakah artinya ini, ya tuanku?'"
Kitab Zakharia merupakan salah satu kitab kenabian dalam Perjanjian Lama yang kaya akan visi simbolis. Salah satu visi yang paling terkenal adalah yang dicatat dalam pasal 4, ayat 2. Dalam visi ini, nabi Zakharia melihat sebuah pelita emas yang utuh, dengan sebuah wadah di atasnya dan tujuh lampu yang terpasang padanya. Di kedua sisi pelita itu, terdapat dua pohon zaitun. Penggambaran ini bukanlah sekadar pemandangan visual, melainkan sebuah metafora mendalam yang sarat dengan pesan teologis dan historis bagi bangsa Israel yang baru kembali dari pembuangan Babel.
Pertanyaan Zakharia, "Apakah artinya ini, ya tuanku?" mencerminkan kebingungan manusia dalam menghadapi realitas spiritual yang seringkali melampaui pemahaman logika semata. Ia melihat objek yang luar biasa, namun makna di baliknya masih tersembunyi. Malaikat menjawabnya dengan menjelaskan bahwa itu adalah firman TUHAN kepada Zerubabel: "Bukan dengan kekuatan serta kuasa, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6). Inilah inti pesan yang hendak disampaikan melalui simbol pelita emas ini.
Pesan kunci dari visi Zakharia 4:2 adalah penegasan bahwa segala pekerjaan besar Allah, termasuk pembangunan kembali Bait Suci dan pemulihan umat-Nya, tidak akan tercapai melalui kekuatan fisik manusia, kecanggihan teknologi, atau kekuasaan politik semata. Sebaliknya, kekuatan yang sesungguhnya berasal dari Roh Tuhan yang bekerja secara ilahi. Bangsa Israel saat itu dihadapkan pada berbagai tantangan: perlawanan dari penduduk setempat, keterbatasan sumber daya, dan mungkin juga rasa keputusasaan setelah bertahun-tahun dalam pembuangan.
Pelita emas yang bercahaya melambangkan kehadiran dan kemuliaan Tuhan yang menerangi kegelapan. Tujuh lampu menunjukkan kepenuhan anugerah dan kuasa ilahi. Pohon zaitun, yang dikenal sebagai sumber minyak untuk pelita, melambangkan umat pilihan yang dipilih oleh Tuhan dan juga Roh Kudus yang senantiasa memberikan kehidupan dan kekuatan. Dengan kata lain, pembangunan kembali Bait Suci bukanlah semata-mata proyek arsitektur, melainkan sebuah karya rohani yang digerakkan oleh Roh Kudus.
Meskipun visi ini ditujukan kepada Zerubabel dan bangsanya pada zaman kuno, pesannya tetap relevan bagi umat Tuhan di masa kini. Seringkali kita juga tergoda untuk mengandalkan kemampuan diri sendiri, popularitas, atau kekuatan duniawi dalam menghadapi permasalahan hidup. Kita mungkin merasa terintimidasi oleh skala tantangan, kegagalan masa lalu, atau penolakan dari lingkungan sekitar.
Namun, firman Tuhan melalui Zakharia mengingatkan kita bahwa sumber kekuatan sejati kita ada pada Roh Kudus yang tinggal di dalam diri setiap orang percaya. Dialah yang memberikan hikmat, keberanian, dan ketekunan untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah Tuhan tetapkan bagi kita. Baik itu dalam pelayanan gereja, pekerjaan profesional, hubungan keluarga, atau perjuangan pribadi, kita dipanggil untuk bersandar pada kekuatan ilahi, bukan pada kekuatan sendiri. Keberhasilan sejati tidak diukur dari seberapa besar sumber daya yang kita miliki, melainkan seberapa besar kita mengizinkan Roh Tuhan bekerja melalui kita.
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa bergantung pada Roh Tuhan, agar segala karya kita dapat mendatangkan kemuliaan bagi nama-Nya, sama seperti pelita emas yang menerangi di tengah kegelapan.