Zakharia 7:13

"Maka terjadilah, ketika Ia berseru, mereka tidak mau mendengarkan, maka Ia juga tidak mau mendengarkan, demikianlah firman TUHAN semesta alam."

Ayat Zakharia 7:13 ini memberikan sebuah pelajaran yang sangat mendalam mengenai hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta. Pesan ini disampaikan oleh nabi Zakharia kepada orang-orang Israel yang sedang merenungkan arti puasa yang mereka lakukan. Mereka bertanya kepada para imam dan nabi, apakah mereka masih perlu berpuasa dan meratapi masa lalu, mengingat Bait Suci sudah dibangun kembali. Namun, Tuhan melalui Zakharia menegaskan inti dari ibadah yang sesungguhnya, bukan sekadar ritual fisik, melainkan hati yang taat dan telinga yang mau mendengar.

Penolakan untuk mendengarkan suara Tuhan adalah akar dari banyak masalah spiritual. Ketika manusia memilih untuk tuli terhadap panggilan, nasihat, dan perintah dari Yang Maha Tinggi, mereka menciptakan jurang pemisah antara diri mereka dengan sumber kebenaran dan kasih. Ini bukanlah ancaman kosong, melainkan konsekuensi logis dari pilihan. Ayat ini secara lugas menyatakan, "Maka terjadilah, ketika Ia berseru, mereka tidak mau mendengarkan, maka Ia juga tidak mau mendengarkan." Pernyataan ini menekankan prinsip timbal balik dalam relasi spiritual. Jika kita menutup telinga kita dari suara Tuhan, bagaimana mungkin kita mengharapkan telinga Tuhan terbuka bagi doa dan permohonan kita?

Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh kebisingan, suara Tuhan seringkali tertutup oleh berbagai kesibukan duniawi, ambisi pribadi, atau bahkan kesalahpahaman tentang apa arti "mendengarkan" Tuhan. Mendengarkan firman-Nya bukan hanya sekadar membacanya, tetapi merenungkannya, membiarkannya meresap ke dalam hati, dan yang terpenting, berusaha untuk menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan. Kepatuhan yang tulus lebih dihargai daripada sekadar penampilan luar. Puasa yang dilakukan tanpa hati yang benar adalah sebuah kekosongan, sebuah ritual yang kehilangan makna ilahinya.

Ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa melatih kepekaan spiritual kita. Kita perlu menciptakan ruang dalam hidup kita untuk mendengar bisikan Roh Kudus, yang seringkali berbicara melalui firman-Nya, melalui hati nurani, atau melalui orang-orang di sekitar kita. Ketika kita berseru kepada Tuhan, kiranya hati kita terbuka untuk mendengarkan segala sesuatu yang ingin Dia sampaikan. Sebaliknya, ketika kita menutup diri, kita kehilangan kesempatan untuk merasakan penyertaan, bimbingan, dan kasih karunia-Nya. Mari kita jadikan firman ini sebagai pengingat untuk selalu membuka telinga hati kita, agar hubungan kita dengan Tuhan senantiasa terjaga dan penuh berkat. Inilah kunci dari kehidupan yang berkenan di hadapan-Nya, sebuah kehidupan yang didasari oleh ketaatan dan pendengaran yang setia.