Ayat Zakharia 7:9 adalah sebuah seruan kenabian yang fundamental, sebuah pengingat yang kuat tentang nilai-nilai inti yang seharusnya menjadi landasan kehidupan pribadi dan kolektif. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini muncul di tengah-tengah kerinduan umat Israel untuk kembali ke tanah air mereka setelah masa pembuangan di Babel. Mereka mengirim utusan untuk bertanya kepada para nabi tentang puasa dan perkabungan yang telah mereka lakukan selama bertahun-tahun, apakah itu masih bermakna di hadapan Tuhan. Tuhan, melalui Nabi Zakharia, memberikan jawaban yang tidak sekadar menyoroti ritual, tetapi lebih dalam lagi menyentuh esensi kebenaran dan belas kasih.
Inti dari firman Tuhan dalam ayat ini adalah perintah ganda: "Lakukanlah hukum yang adil" dan "tunjukkanlah kasih dan sayang yang berdasar." Kedua perintah ini saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Keadilan tanpa kasih bisa menjadi dingin dan kaku, sementara kasih tanpa keadilan bisa menjadi dangkal dan tidak efektif. Tuhan menuntut umat-Nya untuk tidak hanya berpuasa secara lahiriah, tetapi juga untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran yang mencakup perlakuan yang jujur dan setara terhadap sesama, serta tindakan welas asih yang tulus.
"Hukum yang adil" dalam ayat ini melampaui sekadar sistem peradilan formal. Ini adalah panggilan untuk bertindak benar dalam setiap aspek kehidupan. Ini berarti menghormati hak-hak orang lain, tidak mengeksploitasi yang lemah, berbicara jujur, dan menjaga integritas dalam semua transaksi. Keadilan yang dikehendaki Tuhan bukanlah keadilan yang bersifat pilih kasih atau bias, melainkan keadilan universal yang mengakui martabat setiap individu ciptaan-Nya. Dalam masyarakat, ini berarti memastikan bahwa sistem yang ada memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang dan melindungi mereka yang rentan dari ketidakadilan.
Perintah kedua, "tunjukkanlah kasih dan sayang yang berdasar," menyoroti pentingnya empati, kepedulian, dan kebaikan hati. Kasih yang dimaksud di sini bukanlah emosi sesaat, melainkan sebuah komitmen yang mendalam untuk kesejahteraan orang lain. "Yang berdasar" menyiratkan bahwa kasih ini harus memiliki landasan yang kuat, yaitu ketulusan dan kebenaran. Tuhan menghendaki kita untuk berbelas kasih bukan karena paksaan, melainkan karena hati yang telah diubahkan. Ini berarti membantu mereka yang membutuhkan, mengampuni mereka yang bersalah kepada kita, dan membangun hubungan yang dilandasi rasa hormat dan pengertian.
Ketika umat Tuhan dalam masa Zakharia fokus pada puasa tanpa mempraktikkan keadilan dan kasih, ibadah mereka menjadi hampa. Tuhan menekankan bahwa tindakan lahiriah seperti puasa hanya bermakna jika disertai dengan perubahan hati dan perilaku yang mencerminkan karakter-Nya. Ayat Zakharia 7:9 menjadi pengingat abadi bahwa ibadah yang sejati bukanlah tentang ritual semata, tetapi tentang bagaimana kita memperlakukan sesama manusia. Keadilan dan kasih adalah dua pilar yang menopang sebuah masyarakat yang sehat dan hubungan yang harmonis dengan Tuhan.
Menerapkan ajaran dari Zakharia 7:9 dalam kehidupan sehari-hari berarti terus-menerus merefleksikan tindakan kita. Apakah kita bertindak adil dalam pekerjaan, keluarga, dan pergaulan? Apakah kita menunjukkan kasih dan belas kasih kepada orang-orang di sekitar kita, terutama mereka yang mungkin menderita atau terpinggirkan? Firman ini bukan hanya berlaku bagi umat pilihan di masa lalu, tetapi juga relevan bagi kita hari ini. Dengan memadukan keadilan dan kasih dalam setiap aspek kehidupan, kita tidak hanya memenuhi tuntutan firman Tuhan, tetapi juga berkontribusi pada dunia yang lebih baik, lebih adil, dan lebih penuh kasih.