"Tetapi jika orang kurang impar, biarlah ia makan di rumahnya sendiri, supaya jangan kamu berkumpul menjadi penghukuman."
Ayat 1 Korintus 11:34 merupakan bagian dari ajaran Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, khususnya terkait dengan perjamuan kasih dan perjamuan Tuhan. Dalam konteks ini, Paulus sedang membahas tentang bagaimana perjamuan tersebut seharusnya menjadi momen persatuan dan kasih, bukan ajang untuk perselisihan atau rasa malu. Ia menekankan pentingnya penghakiman diri yang benar sebelum menyantap roti dan minum dari cawan, agar setiap individu tidak membawa dampak negatif pada persekutuan.
Kata kunci "jika orang kurang impar" merujuk pada seseorang yang lapar, atau mungkin mereka yang datang ke perjamuan dengan beban masalah pribadi atau rasa kurang layak. Paulus memberikan instruksi yang tegas namun penuh kasih: "biarlah ia makan di rumahnya sendiri". Ini bukan berarti menolak orang yang membutuhkan, melainkan mengarahkan mereka untuk mendapatkan pemeliharaan pribadi terlebih dahulu sebelum bergabung dalam perjamuan komunal. Tujuannya sangat jelas, yaitu "supaya jangan kamu berkumpul menjadi penghukuman."
Implikasi dari ayat ini sangat mendalam bagi kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Ia mengajarkan kita tentang tanggung jawab pribadi dalam menjaga keharmonisan persekutuan. Sebelum kita berpartisipasi dalam kegiatan bersama, terutama yang bersifat sakral seperti perjamuan Tuhan, kita perlu memeriksa hati dan keadaan diri kita. Apakah kita datang dengan semangat kasih yang tulus, atau justru membawa keluhan, iri hati, atau kebencian? Jika yang terakhir, kita justru dapat merusak suasana dan menimbulkan ketegangan yang tidak perlu.
Lebih dari sekadar aturan ibadah, 1 Korintus 11:34 adalah pengingat akan pentingnya persatuan dan kasih dalam komunitas Kristen. Perjamuan Tuhan seharusnya menjadi gambaran nyata dari Kerajaan Allah, di mana semua orang merasa diterima dan dihargai. Namun, jika ada anggota jemaat yang datang dengan kondisi yang belum "seimbang" atau "siap" secara spiritual dan emosional, dampaknya bisa berbalik menjadi penghakiman, bukan berkat. Oleh karena itu, Paulus mendorong setiap orang untuk introspeksi diri dan memastikan bahwa kehadiran mereka dalam persekutuan membawa kebaikan dan memperkuat ikatan kasih, bukan justru merusaknya.
Dengan memahami ayat ini, kita diingatkan bahwa kehidupan bersama dalam terang Kristus menuntut kedewasaan rohani. Ini melibatkan kemampuan untuk melihat kebutuhan diri sendiri dan juga kebutuhan komunitas. Ketika kita siap, kita dapat berpartisipasi dalam setiap perayaan dengan hati yang gembira dan membawa berkat bagi sesama, menjadikan setiap pertemuan sebagai momen yang membangun iman dan mempererat persaudaraan.