"Tetapi sejak kami berhenti membakar korban kepada Ratu Surga dan menuangkan persembahan minuman kepadanya, kami kekurangan segala-galanya dan binasa oleh pedang dan kelaparan."
Ayat Yeremia 44:18 merupakan sebuah deklarasi tegas dari sebagian umat Israel yang telah berpaling dari Tuhan. Dalam konteks yang lebih luas, pasal ini menggambarkan percakapan antara Nabi Yeremia dan umat yang tersisa di Mesir, setelah jatuhnya Yerusalem. Umat tersebut, meskipun telah menyaksikan kehancuran kota mereka sendiri akibat ketidaktaatan mereka, justru menyalahkan Tuhan dan para nabi-Nya atas malapetaka yang menimpa. Mereka bersikeras bahwa justru ketika mereka meninggalkan praktik penyembahan berhala, terutama kepada "Ratu Surga", kemakmuran mereka mulai merosot.
Pernyataan ini adalah inti dari kesalahpahaman mereka yang mendalam mengenai hubungan antara ketaatan dan berkat. Mereka melihat bahwa saat mereka setia kepada perjanjian dengan Tuhan, mereka diberkati. Namun, ketika mereka memberontak dan kembali kepada praktik penyembahan berhala, mereka mengaitkan hilangnya "segala-galanya" – yaitu makanan, keamanan, dan kesejahteraan – dengan keputusan untuk berhenti menyembah berhala. Ini adalah logika terbalik yang lazim terjadi ketika hati telah mengeras dalam pemberontakan.
Nabi Yeremia, diutus oleh Tuhan, harus menghadapi penolakan dan tuduhan dari umat yang keras kepala ini. Ayat Yeremia 44:18 mencerminkan argumen mereka yang menyalahkan Tuhan, bukan diri mereka sendiri, atas kesulitan yang mereka alami. Mereka merindukan "kemenyan dan persembahan roti" yang mereka persembahkan kepada dewa-dewi pagan, dan percaya bahwa itu adalah sumber kemakmuran mereka. Padahal, justru penyembahan berhala itulah yang telah membawa mereka pada malapetaka dan pembuangan.
Pesan dalam ayat ini memiliki relevansi yang sangat kuat bahkan hingga kini. Ia mengingatkan kita tentang bahaya menggantungkan nasib pada ilusi atau kekuatan yang salah. Ketika kita mengalihkan kesetiaan kita dari sumber kehidupan sejati, yaitu Tuhan, dan beralih kepada berhala-berhala modern – entah itu materi, kekuasaan, kesenangan sesaat, atau pandangan dunia yang bertentangan dengan kebenaran ilahi – kita sebenarnya sedang menabur benih kehancuran. Konsekuensi dari pilihan-pilihan yang menjauh dari Tuhan seringkali tidak langsung terlihat, namun ia menggerogoti fondasi spiritual dan moral kita, pada akhirnya membawa kita pada kehampaan dan kesusahan.
Pemahaman yang benar adalah bahwa berkat sejati datang dari ketaatan yang tulus kepada Tuhan. Yeremia 44:18 adalah saksi bisu dari konsekuensi tragis ketika umat memilih untuk mengabaikan peringatan ilahi dan memeluk jalan kesesatan. Pilihan kita hari ini menentukan masa depan kita, dan ayat ini menjadi pengingat yang kuat untuk selalu setia kepada Sumber segala kebaikan.