Ayat Firman Tuhan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus pasal 14 ayat 11 ini, meskipun terdengar sederhana, memuat sebuah prinsip komunikasi yang sangat fundamental, baik dalam interaksi sehari-hari maupun dalam konteks pelayanan rohani.
Paulus sedang berbicara mengenai karunia berbahasa roh (glossolalia) dalam ibadah jemaat. Ia membandingkan karunia ini dengan karunia bernubuat. Inti argumennya adalah bahwa karunia berbahasa roh, tanpa penerjemah, tidak memberikan manfaat langsung kepada pendengar karena bahasanya tidak dimengerti. Sebaliknya, nubuat yang jelas dan dapat dipahami akan membangun jemaat.
Prinsip "jika saya tidak mengerti arti perkataan orang, maka saya adalah orang asing bagi orang itu, dan orang itu adalah orang asing bagi saya" menekankan pentingnya pemahaman dalam setiap komunikasi. Ketika kita berbicara dengan orang lain, tujuan utamanya adalah agar pesan kita diterima dan dipahami. Jika tidak ada kesamaan bahasa atau jika bahasa yang digunakan begitu asing sehingga tidak ada cara untuk memahaminya, maka pada dasarnya, tidak ada koneksi atau pertukaran makna yang terjadi.
Dalam konteks rohani, ini menjadi sangat krusial. Paulus ingin menekankan bahwa ibadah yang berpusat pada Tuhan harus juga mempertimbangkan pembangunan sesama. Karunia yang indah sekalipun, jika tidak dapat dipahami oleh mayoritas jemaat, justru akan menciptakan jurang pemisah, bukan persatuan. Orang yang berbahasa roh mungkin merasakan sukacita atau pengalaman pribadi, tetapi bagi pendengarnya, ia seperti berbicara dengan sosok asing, tanpa ada pesan yang bisa diserap atau direnungkan.
Lebih luas lagi, ayat ini mengajarkan kita untuk selalu berusaha menggunakan bahasa dan cara penyampaian yang dapat dimengerti oleh lawan bicara kita. Ini berlaku dalam keluarga, pekerjaan, pertemanan, dan terutama dalam memberitakan Injil. Jika kita menggunakan istilah-istilah teknis yang rumit, jargon teologis yang dalam, atau gaya bicara yang eksklusif ketika berbicara dengan seseorang yang belum terbiasa, kita berisiko menjadi "orang asing" bagi mereka. Mereka mungkin tidak menolak kita secara pribadi, tetapi pesan yang ingin kita sampaikan akan luput dari pemahaman mereka.
Rasul Paulus sendiri adalah teladan dalam hal ini. Ia sering kali menyesuaikan pendekatannya tergantung kepada siapa ia berbicara. Kepada orang Yahudi, ia berbicara dari sudut pandang Taurat. Kepada orang Yunani, ia merujuk pada filsafat dan budaya mereka. Tujuannya adalah agar mereka dapat mengenal Kristus. Ia tidak memaksakan bahasanya sendiri, melainkan berusaha menjembatani kesenjangan.
Oleh karena itu, marilah kita merenungkan bagaimana kita berkomunikasi. Apakah kita berusaha membuat diri kita dipahami? Apakah kita peduli apakah orang lain mengerti apa yang kita katakan, terutama ketika kita berbicara tentang iman? Ayat 1 Korintus 14:11 mengingatkan kita bahwa komunikasi yang efektif adalah kunci untuk membangun hubungan, membagikan kebenaran, dan membawa orang lain lebih dekat kepada pemahaman, baik pemahaman manusiawi maupun pemahaman rohani.
Gambar ini melambangkan persimpangan dan koneksi, sebuah pesan yang dapat dipahami.
Untuk mendalami lebih lanjut, pertimbangkan bagaimana Anda dapat membuat pesan Anda lebih mudah dimengerti oleh orang-orang di sekitar Anda. Baca ayat ini dalam konteks.