1 Korintus 14:9 - Bahasa Roh dan Kejelasan

"Demikian juga kamu, jika kamu tidak mempergunakan lidahmu untuk susunan kata yang dapat dimengerti, bagaimana orang akan mengerti apa yang kamu katakan? Kamu akan seperti berbicara ke dalam angin."

Surat pertama Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus merupakan salah satu surat yang kaya akan ajaran praktis mengenai kehidupan gereja dan penggunaan karunia-karunia rohani. Dalam pasal 14, Paulus secara khusus membahas tentang ibadah jemaat, menekankan pentingnya ketertiban dan agar segala sesuatu dilakukan untuk membangun. Salah satu poin yang diangkat adalah tentang karunia bahasa roh (glossolalia) dan bagaimana penggunaannya seharusnya dalam konteks persekutuan jemaat. Ayat 9 dari pasal ini memberikan sebuah ilustrasi yang kuat mengenai pentingnya komunikasi yang dapat dipahami.

Paulus menggunakan perumpamaan berbicara ke dalam angin untuk menggambarkan situasi di mana seseorang menggunakan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh pendengarnya. Bayangkan Anda sedang berada di tengah sebuah pertemuan, dan seseorang mulai berbicara dengan suara yang nyaring, namun kata-kata yang keluar tidak membentuk susunan bahasa yang dikenali oleh siapa pun di ruangan itu. Apa yang akan dirasakan oleh pendengar? Kemungkinan besar adalah kebingungan, ketidakmengertian, bahkan mungkin perasaan terabaikan. Komunikasi semacam itu, meskipun mungkin berniat baik atau bahkan berasal dari dorongan rohani, tidak akan memberikan manfaat apa pun kepada orang lain. Ini seperti sebuah pesan yang terbungkus rapat tanpa kunci untuk membukanya; isinya tetap tersembunyi dan tidak dapat diakses.

Konteks dari ajaran ini di Korintus sangat penting. Jemaat di Korintus tampaknya memiliki antusiasme yang besar terhadap karunia-karunia rohani, termasuk bahasa roh. Namun, antusiasme ini terkadang mengarah pada ketidakseimbangan, di mana karunia bahasa roh dianggap lebih superior daripada karunia lain, dan penggunaannya dalam ibadah tidak selalu memperhatikan audiens yang ada. Paulus ingin mengingatkan mereka bahwa tujuan utama dari ibadah dan pemberian karunia rohani adalah untuk membangun seluruh jemaat, bukan hanya untuk kesenangan pribadi atau pamer karunia.

Lebih lanjut, Paulus menekankan bahwa jika bahasa yang digunakan tidak dapat dipahami, maka pesan yang ingin disampaikan menjadi sia-sia. Berbicara ke dalam angin berarti mengeluarkan suara tanpa tujuan komunikatif yang jelas. Dalam konteks ibadah, ini berarti bahwa jika seseorang berbahasa roh tanpa penerjemah di tengah jemaat yang tidak mengerti, maka dirinya sendiri yang mungkin merasa terhibur atau terhubung dengan Tuhan secara pribadi, tetapi tidak ada anggota jemaat lain yang dapat mengambil bagian dalam pembangunan rohani mereka melalui perkataan tersebut. Ini bertentangan dengan prinsip "segala sesuatu harus membawa keuntungan bagi pembangunan jemaat" (1 Korintus 10:23).

Ayat ini bukan berarti meremehkan karunia bahasa roh. Paulus sendiri mengakui dan menggunakan karunia ini (1 Korintus 14:18). Namun, ia memberikan pedoman yang jelas: dalam ibadah jemaat, kejelasan dan kemampuan untuk membangun harus menjadi prioritas. Jika seseorang memiliki karunia bahasa roh, ia harus berdoa agar dapat menerjemahkannya, atau berbicara dalam bahasa yang dimengerti oleh semua orang agar seluruh jemaat dapat dibangun. Keindahan komunikasi yang sejati terletak pada kemampuannya untuk menjangkau dan membangun orang lain, bukan hanya pada ekspresi diri yang terisolasi. Oleh karena itu, 1 Korintus 14:9 mengingatkan kita untuk senantiasa memprioritaskan kejelasan dan kemampuan untuk dipahami dalam setiap bentuk komunikasi, terutama dalam membangun iman bersama.

Komunikasi yang Membangun Kejelasan Adalah Kunci

Ilustrasi di atas menggambarkan sebuah pesan yang jernih dan dapat dimengerti, melambangkan komunikasi yang efektif dan membangun.