Maka Zadok, imam itu, mengambil tabut Allah dari kemah TUHAN, yang diletakkannya di rumahnya. Lalu Sadok berlutut di hadapan raja.
Kisah dalam Kitab 1 Raja-raja 1 mengisahkan periode krusial dalam sejarah Kerajaan Israel: masa peralihan kekuasaan dari Raja Daud yang sudah tua kepada penerusnya. Di tengah ketegangan politik dan intrik istana, penobatan seorang raja baru menjadi peristiwa yang penuh makna, bukan hanya sekadar pergantian pemimpin, tetapi juga peneguhan mandat ilahi dan penentuan arah masa depan bangsa. Ayat 1:39, meskipun singkat, memberikan gambaran mengenai tindakan simbolis yang menunjukkan kesinambungan keagamaan dan penerimaan terhadap keputusan raja.
Raja Daud, dalam kebijaksanaan dan ketakutannya akan kekacauan, telah menunjuk Salomo sebagai pewaris takhtanya. Keputusan ini tidak serta-merta diterima oleh semua pihak. Adonias, salah satu putra Daud yang lain, mencoba merebut kekuasaan dengan dukungan beberapa tokoh berpengaruh. Namun, berkat tindakan cepat dan strategis dari para nabi dan tokoh setia seperti Zadok sang imam dan Natan sang nabi, serta dukungan dari Batsyeba, keinginan Daud untuk melihat Salomo dinobatkan menjadi kenyataan.
Tindakan Zadok untuk mengambil tabut perjanjian dari kemah TUHAN dan membawanya ke tempat yang aman, serta kemudian berlutut di hadapan raja, memiliki makna mendalam. Tabut perjanjian adalah simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Mengambilnya dari kemah dan menempatkannya di rumahnya sendiri (atau di dekatnya untuk kemudahan akses) menunjukkan penghormatan yang tinggi terhadap kekudusan tabut dan juga upaya untuk menjaga agar simbol ilahi tersebut tetap terintegrasi dengan urusan kenegaraan yang baru. Ini menandakan bahwa penobatan Salomo bukan hanya berdasarkan keputusan manusia, tetapi juga diakui dan didukung oleh kesadaran akan campur tangan dan persetujuan ilahi.
Peran Zadok dan Natan dalam peristiwa ini sangatlah penting. Mereka tidak hanya bertindak sebagai penasihat spiritual, tetapi juga sebagai agen perubahan yang memastikan kehendak Tuhan, sebagaimana diwahyukan melalui raja yang dipilih-Nya, terlaksana. Di zaman itu, imam dan nabi memegang otoritas moral dan spiritual yang besar. Tindakan mereka sering kali menjadi penentu arah kebijakan dan penerimaan publik. Dalam kasus ini, keterlibatan mereka melegitimasi kekuasaan Salomo di mata Tuhan dan umat-Nya.
Penobatan Salomo diiringi dengan sukacita yang luar biasa. Rakyat bersorak-sorai, meniup terompet, dan berseru, "Hidup Raja Salomo!" Suara mereka menggemuruh, menyiratkan persetujuan yang luas terhadap raja baru. Peristiwa ini menandai dimulainya era baru di bawah kepemimpinan Salomo, yang kelak dikenal sebagai masa kejayaan dan kemakmuran Israel, serta pembangunan Bait Suci pertama di Yerusalem. Kisah ini mengingatkan kita bahwa kepemimpinan yang sah sering kali merupakan perpaduan antara mandat ilahi, keputusan strategis, dan penerimaan dari rakyat, dengan peran sentral para pemimpin rohani yang setia.
Sebuah representasi visual dari koneksi antara elemen ilahi, kepemimpinan, dan rakyat.