1 Raja-Raja 12:15 - Pemicu Perpecahan Kerajaan Israel

"Maka Raja Rehabeam tidak mau mendengarkan permohonan bangsa itu, sebab kejadian itu adalah dari TUHAN, supaya firman-Nya digenapi yang telah diucapkan-Nya dengan perantaraan Ahia orang Silo kepada Yerobeam bin Nebat."

Kisah perpecahan Kerajaan Israel, sebuah peristiwa monumental dalam sejarah bangsa Yahudi, berakar dari serangkaian keputusan yang buruk dan ketidakbijaksanaan para pemimpinnya. Ayat 15 dari pasal ke-12 Kitab 1 Raja-Raja secara gamblang menyoroti titik kritis yang memicu terbelahnya kerajaan menjadi dua bagian: Israel di utara dan Yehuda di selatan. Peristiwa ini menandai akhir dari masa keemasan Israel di bawah satu pemerintahan, sebuah era yang sebelumnya dinikmati di bawah Raja Daud dan Salomo.

Pasca kematian Raja Salomo, putranya, Rehabeam, naik takhta. Bukannya melanjutkan kebijakan bijaksana ayahnya, Rehabeam justru menunjukkan sikap yang arogan dan kurang empati terhadap rakyatnya. Bangsa Israel, yang diwakili oleh para tua-tua dan tokoh masyarakat, datang kepada Rehabeam di Sikhem. Mereka menyampaikan permohonan yang logis dan masuk akal: agar beban kerja dan pajak yang memberatkan pada masa Salomo diringankan.

Rehabeam, yang masih muda dan belum berpengalaman, meminta waktu untuk memikirkan permohonan tersebut. Ia meminta nasihat dari dua kelompok penasihat yang berbeda. Pertama, para penasihat tua yang telah melayani ayahnya. Mereka menasihati Rehabeam untuk bersikap bijaksana, mendengarkan rakyat, dan meringankan beban mereka. Nasihat ini, jika diikuti, kemungkinan besar akan mencegah perpecahan.

Namun, Rehabeam juga meminta nasihat dari teman-temannya yang sebaya, yang tumbuh bersamanya. Kelompok ini memberikan nasihat yang jauh berbeda, cenderung arogan dan represif. Mereka menyarankan Rehabeam untuk menunjukkan kekuatannya dengan cara yang lebih keras. Mereka mengatakan, "Ayahku memberi beban yang berat kepadamu, tetapi aku akan menambah bebanmu; ayahku menghajar kamu dengan cambuk, tetapi aku akan menghajar kamu dengan kalajengking!" Nasihat ini mencerminkan arogansi kekuasaan dan kurangnya pemahaman tentang kebutuhan dan aspirasi rakyat.

Ketika tiba saatnya untuk memberikan jawaban, Rehabeam memilih untuk mengikuti nasihat para pemuda yang sebaya dengannya. Jawaban yang ia berikan sangat mengecewakan dan menyinggung perasaan rakyat Israel. Ia menolak permohonan mereka untuk meringankan beban, bahkan mengancam akan menambahnya. Sikap ini langsung memicu kemarahan dan kekecewaan yang mendalam di kalangan bangsa Israel.

Ayat 15 mencatat respons yang luar biasa: "Maka Raja Rehabeam tidak mau mendengarkan permohonan bangsa itu, sebab kejadian itu adalah dari TUHAN, supaya firman-Nya digenapi yang telah diucapkan-Nya dengan perantaraan Ahia orang Silo kepada Yerobeam bin Nebat." Pernyataan ini sangat penting. Ini menunjukkan bahwa di balik keputusan Rehabeam yang buruk, ada campur tangan ilahi. Tuhan mengizinkan peristiwa ini terjadi sebagai bentuk penghakiman dan penggenapan nubuat-Nya. Ahia orang Silo, seorang nabi, sebelumnya telah menyampaikan firman Tuhan kepada Yerobeam bin Nebat bahwa ia akan menjadi raja atas sepuluh suku Israel, sebagai akibat dari dosa dan penyembahan berhala yang dilakukan oleh Salomo.

Penolakan Rehabeam terhadap permohonan rakyatnya, yang didorong oleh nasihat buruk dan diizinkan oleh Tuhan, menjadi pemicu langsung bagi pemberontakan sepuluh suku Israel. Mereka menyatakan, "Bagian apakah kita dalam Daud? Kita tidak punya bagian warisan dalam anak Isai! Kemah-kemahmu, hai Israel, janganlah dipedulikan! Sekarang, lihatlah rumahmu sendiri, hai Daud!" Pemberontakan ini akhirnya memisahkan kerajaan menjadi dua, dengan Yerobeam menjadi raja atas Kerajaan Israel di utara, dan Rehabeam tetap berkuasa atas Kerajaan Yehuda di selatan.

Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya kepemimpinan yang bijaksana, empati terhadap rakyat, dan mendengarkan nasihat yang baik. Ia juga mengingatkan bahwa ada rencana ilahi di balik peristiwa-peristiwa dunia, bahkan yang tampak tragis sekalipun. Kegagalan Rehabeam dalam memahami dan merespons kebutuhan rakyatnya bukan hanya sebuah kesalahan politik, tetapi juga sebuah momen penting dalam sejarah keselamatan, di mana rencana Tuhan untuk memisahkan dan menguji umat-Nya digenapi.