"Kemudian tidurlah Asa dengan nenek moyangnya, dan dikuburkan di kuburannya yang digalinya di kota Daud. Lalu Yehosafat, anaknya, naik menggantikannya menjadi raja."
Ayat ke-7 dari pasal ke-15 kitab 1 Raja-Raja ini merupakan penutup dari riwayat pemerintahan Raja Asa dari Yehuda. Ayat ini mencatat momen penting dalam transisi kekuasaan kerajaan selatan Yehuda. Pemahaman akan konteks ini membantu kita mengapresiasi makna yang terkandung di dalamnya, terutama terkait warisan spiritual dan politik yang ditinggalkan seorang raja kepada penerusnya. Kitab 1 Raja-Raja sendiri merupakan catatan sejarah yang merekam pemerintahan raja-raja Israel dan Yehuda, serta pengaruh keputusan mereka terhadap nasib bangsa.
Raja Asa dikenal sebagai salah satu raja Yehuda yang berusaha menyingkirkan penyembahan berhala dan mengembalikan bangsa kepada penyembahan TUHAN yang benar. Ia melakukan pembersihan terhadap praktik-praktik sesat dan memperkuat iman umat. Meskipun demikian, seperti banyak raja lainnya, pemerintahannya tidak luput dari tantangan. Ia pernah terlibat dalam konflik militer dengan Kerajaan Israel utara yang dipimpin oleh Baasa. Keterangan mengenai hubungan dan konflik antara Asa dan Baasa ini tersebar di beberapa bagian dalam kitab 1 Raja-Raja, termasuk di pasal 15 yang lebih awal. Kemenangan militer Asa atas Baasa, yang dicatat dalam ayat-ayat sebelumnya, menunjukkan kekuatan dan campur tangan ilahi yang menyertai pemerintahannya yang saleh.
Frasa "Kemudian tidurlah Asa dengan nenek moyangnya" adalah ungkapan Alkitabiah yang lazim digunakan untuk menyatakan kematian seorang raja atau tokoh penting. Ini menandakan akhir dari masa pemerintahannya di bumi dan penyatuannya dengan leluhurnya di alam baka. Penguburan di "kuburannya yang digalinya di kota Daud" menunjukkan status kebangsawanan dan kehormatan yang diberikan kepada Raja Asa. Kota Daud, yang merujuk pada Yerusalem, menjadi pusat pemakaman kerajaan.
Yang paling krusial dari ayat ini adalah pengumuman penerus takhtanya: "Lalu Yehosafat, anaknya, naik menggantikannya menjadi raja." Transisi kekuasaan ini penting karena menentukan arah kerajaan selanjutnya. Warisan Asa, baik dalam hal reformasi rohani maupun dalam menghadapi ancaman eksternal, kini berada di tangan Yehosafat. Sejarah mencatat bahwa Yehosafat melanjutkan upaya ayahnya dalam menegakkan kebenaran dan kesetiaan kepada TUHAN. Ia juga dikenal karena pemerintahannya yang relatif stabil dan damai, meskipun juga menghadapi tantangan, termasuk ancaman dari luar dan urusan internal. Hubungan Yehosafat dengan Kerajaan Israel utara pun juga menjadi fokus dalam catatan sejarah raja-raja selanjutnya, menunjukkan bagaimana kebijakan generasi sebelumnya terus mempengaruhi situasi di masa berikutnya.
Kisah Asa dan Baasa, sebagaimana dicatat dalam 1 Raja-Raja 15:7 dan ayat-ayat sekitarnya, memberikan pelajaran berharga tentang kepemimpinan, kesetiaan kepada Tuhan, dan konsekuensi dari pilihan-pilihan seorang pemimpin terhadap bangsanya. Kematian seorang raja bukan hanya akhir dari era, tetapi juga awal dari sebuah babak baru di bawah pemerintahan penerusnya, yang membawa serta warisan spiritual dan politik dari masa lalu.