1 Raja-raja 17 & 18: Iman di Tengah Kekeringan dan Ujian

Kisah Elia, seorang nabi yang berani, menghadapi zaman kegelapan di Israel. Dalam pasal 17 dan 18 dari Kitab 1 Raja-raja, kita disajikan gambaran yang kuat tentang iman, kepatuhan, dan konfrontasi ilahi di tengah masa-masa sulit yang ekstrem.

Kekeringan yang Melanda Israel

Ahab, raja Israel yang jahat, bersama istrinya Izebel, telah membawa bangsa itu menyembah Baal. Sebagai respons terhadap kejahatan dan penyembahan berhala ini, Allah mengirimkan hukuman berupa kekeringan yang parah. Nabi Elia diperintahkan oleh Tuhan untuk menyatakan hal ini kepada Ahab, dan kemudian ia diperintahkan untuk bersembunyi di Sungai Kerit, di mana ia diberi makan oleh burung-burung gagak.

Kekeringan bukan hanya sekadar kondisi cuaca, tetapi juga cerminan dari kekeringan rohani yang melanda bangsa Israel. Mereka telah meninggalkan sumber kehidupan sejati, yaitu Tuhan, dan beralih kepada berhala buatan manusia yang tidak mampu memberikan hujan, kesuburan, atau kehidupan. Elia, meskipun terisolasi, tetap menjadi saluran firman Tuhan, mengingatkan bahwa sumber segala berkat adalah dari Yang Mahatinggi.

Kisah Janda di Sarfat

Ketika Sungai Kerit mengering, Elia diperintahkan untuk pergi ke Sarfat, sebuah kota di Sidon. Di sana, ia bertemu dengan seorang janda yang diperintahkan oleh Tuhan untuk menyediakannya makan. Situasi janda ini juga tragis; ia sedang mengumpulkan kayu bakar untuk memasak sedikit tepung dan minyak yang tersisa untuk dirinya dan anaknya, dengan keyakinan bahwa setelah itu mereka akan mati. Ini adalah momen yang sangat menyedihkan, menggambarkan keputusasaan yang mendalam akibat kekeringan dan kemiskinan.

Namun, iman janda ini diuji. Elia datang dengan pesan dari Tuhan, meminta makanan darinya terlebih dahulu. Dengan iman yang luar biasa, janda itu melakukan apa yang dikatakan Elia. Ajaibnya, wadah tepungnya tidak menjadi kosong dan buyung minyaknya tidak menjadi habis, bahkan sampai hari ketika Tuhan menurunkan hujan ke bumi. Kisah ini menunjukkan bahwa bahkan di tempat yang paling tidak terduga, Allah dapat menyediakan dan memelihara orang-orang yang percaya dan taat, serta menggunakan mereka untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Ilustrasi menggambarkan kekeringan dan tanah yang retak, dengan matahari terik di atasnya.

Konfrontasi di Gunung Karmel

Setelah tiga tahun kekeringan, Tuhan memerintahkan Elia untuk menghadap Raja Ahab dan menyatakan bahwa hujan akan segera turun. Elia kemudian mengundang seluruh Israel dan 450 nabi Baal serta 400 nabi Asyera ke Gunung Karmel untuk sebuah konfrontasi besar. Ini adalah puncak dari pelayanan Elia di masa ini.

Di Gunung Karmel, Elia menantang nabi-nabi Baal untuk berdoa kepada dewa mereka agar menurunkan api dari langit untuk membakar kurban. Setelah nabi-nabi Baal mencoba berulang kali tanpa hasil, Elia berdoa kepada Tuhan. Seketika, api dari Tuhan turun dan melalap habis kurban bakaran, kayu api, batu, debu, bahkan air yang ada di parit. Keajaiban ini membuktikan keunggulan Tuhan yang sebenarnya atas Baal dan membawa banyak orang kembali kepada-Nya.

Setelah kemenangan di Gunung Karmel, Elia berdoa lagi, dan Tuhan mengirimkan hujan lebat yang mengakhiri kekeringan. Kisah ini menegaskan bahwa hanya Tuhan yang berkuasa atas alam, dan hanya Dia yang layak disembah. Iman yang teguh di tengah kesulitan dan keberanian untuk menghadapi kebohongan dapat membawa pemulihan dan kebangkitan rohani.

1 Raja-raja 17 dan 18 memberikan pelajaran yang relevan hingga kini: bahwa dalam masa-masa kekeringan (baik spiritual maupun material), iman yang kokoh pada Tuhan dan ketaatan pada firman-Nya adalah sumber kehidupan dan kekuatan. Keberanian untuk berdiri teguh bagi kebenaran, meskipun menghadapi penolakan atau kesulitan, pada akhirnya akan membuahkan hasil yang mulia di hadapan Tuhan.