1 Raja-Raja 18:33 - Api dari Surga Turun!

"Dan ia menyuruh orang mengikat lembu itu, menaruhnya di atas kayu api, lalu ia membuat tulisan: 'Janganlah kamu mengerokannya, sebab ia bukan aku yang menyuruh.' Dan ia berkata: 'Penuhilah piala itu dengan air, dan tuangkanlah itu ke atas kurban bakaran dan ke atas kayu api.' Lalu katanya: 'Buatlah begitu sekali lagi.' Dan mereka mengerjakannya sekali lagi. Kemudian katanya: 'Buatlah begitu untuk ketiga kalinya.' Dan mereka mengerjakannya untuk ketiga kalinya."

Ilustrasi api turun dari langit seperti kilat atau percikan yang dramatis

Kisah Keberanian dan Iman

Kisah yang tercatat dalam 1 Raja-Raja 18:33 adalah salah satu momen paling dramatis dan menegangkan dalam sejarah Perjanjian Lama. Ayat ini menggambarkan puncak dari pertarungan iman yang dipimpin oleh Nabi Elia melawan 450 nabi Baal di Gunung Karmel. Situasi saat itu genting; Israel terpecah belah, banyak yang menyembah Baal dan melupakan Allah yang Maha Esa. Elia, sendirian namun penuh keyakinan, mengajukan tantangan yang tak terduga kepada para nabi Baal dan seluruh bangsa Israel.

Tantangan itu sederhana namun sangat berani: masing-masing pihak akan menyiapkan kurban bakaran, dan siapa pun yang dapat menurunkan api dari langit untuk membakar kurban itu, dialah Allah yang benar. Para nabi Baal, dengan segala kekuatan dan ritual mereka, mencoba berteriak, menari, bahkan melukai diri sendiri, namun tidak ada jawaban dari dewa mereka. Waktu terus berjalan, dan keputusasaan mulai menyelimuti mereka.

Kemudian, tibalah giliran Elia. Dengan penuh ketenangan dan keyakinan yang teguh, ia memperbaiki mezbah TUHAN yang telah dirusak. Ia meminta agar lembu kurban itu diletakkan di atas kayu api, namun dengan sebuah instruksi yang mengejutkan: "Janganlah kamu mengerokannya, sebab ia bukan aku yang menyuruh." Ini menunjukkan bahwa bukan karena usaha manusia api itu akan turun, melainkan murni karena kuasa ilahi.

Bagian yang paling menarik dalam ayat 1 Raja-Raja 18:33 adalah permintaan Elia yang ketiga kalinya: "Penuhilah piala itu dengan air, dan tuangkanlah itu ke atas kurban bakaran dan ke atas kayu api." Ia meminta ini dilakukan sekali lagi, dan bahkan untuk ketiga kalinya. Akibatnya, seluruh kurban bakaran, kayu api, dan bahkan parit di sekeliling mezbah dipenuhi dengan air. Situasi ini dibuat semakin mustahil. Bagaimana mungkin api bisa menyala di atas kayu yang basah kuyup?

Dalam kondisi yang sangat tidak memungkinkan ini, Elia akhirnya berdoa. Doanya singkat, penuh kerendahan hati namun tegas. Ia tidak meminta hal yang rumit, hanya meminta agar Allah menunjukkan bahwa Dialah Allah Israel, dan bahwa Elia adalah hamba-Nya. Dan jawabannya sungguh luar biasa. Seketika itu juga, api turun dari langit! Api itu tidak hanya membakar kurban bakaran dan kayu api, tetapi juga menjilat air yang memenuhi parit, membuktikan kebesaran dan kuasa Allah yang tak tertandingi.

Kisah ini bukan sekadar cerita tentang mukjizat; ia adalah pengingat akan kekuatan iman yang tak tergoyahkan. Elia tidak ragu, bahkan ketika dia membuat situasinya terlihat semakin mustahil dengan membasahi kurbannya berkali-kali. Dia mempercayakan segalanya kepada Allah. Ini mengajarkan kita untuk tidak takut menghadapi tantangan, bahkan ketika kelihatannya tidak ada jalan keluar. Dengan iman yang teguh dan doa yang tulus, Allah sanggup melakukan hal-hal yang di luar jangkauan pemahaman manusia. Kebesaran Allah ditunjukkan di hadapan semua orang, mengembalikan mereka kepada jalan yang benar.