"Namun, orang banyak masih mempersembahkan korban persembahan di bukit-bukit pengorbanan, sebab sampai pada waktu itu belum didirikan rumah bagi nama TUHAN."
Firman Tuhan dalam Kitab 1 Raja-raja pasal 3 ayat 2 ini membawa kita pada sebuah gambaran penting mengenai masa awal pemerintahan Raja Salomo. Ayat ini menyajikan sebuah realitas kontras yang mungkin tampak membingungkan sekilas. Di satu sisi, kita tahu bahwa Salomo adalah raja yang diberkati Tuhan dengan hikmat yang luar biasa, dan ia dikenal karena kebijaksanaannya dalam memerintah. Namun, di sisi lain, ayat ini mengungkapkan bahwa pada masa awal pemerintahannya, praktik keagamaan bangsa Israel masih belum sepenuhnya terpusat.
Konteks ayat ini adalah setelah Salomo naik takhta menggantikan ayahnya, Daud. Ia memulai pemerintahannya dengan sebuah perjanjian penting dengan Tuhan. Dalam mimpi di Gibeon, Salomo memohon hikmat agar dapat memimpin umat Tuhan dengan baik. Tuhan mengabulkan permintaannya, bahkan memberkatinya dengan kekayaan dan kehormatan. Namun, ayat 2 ini mengingatkan kita bahwa transisi menuju pemerintahan yang sepenuhnya sesuai dengan kehendak Tuhan tidak terjadi dalam semalam.
Penting untuk memahami makna "bukit-bukit pengorbanan" (bahasa Ibrani: bamot). Praktik ini sudah ada sejak zaman para hakim dan bahkan sebelum itu. Bukit-bukit ini sering kali menjadi tempat ibadah bagi dewa-dewa asing maupun untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan, namun seringkali dilakukan dengan cara yang menyimpang dari ketetapan ilahi. Daud sendiri, meskipun seorang raja yang mengasihi Tuhan, juga pernah menggunakan bukit-bukit pengorbanan. Namun, visi Tuhan untuk ibadah yang terpusat di Bait Suci yang akan dibangun di Yerusalem sudah mulai terbentuk.
Ayat ini secara implisit menunjukkan bahwa meskipun Salomo adalah raja yang dipilih Tuhan dan diberkahi dengan hikmat, proses untuk menyatukan seluruh umat Israel dalam satu bentuk ibadah yang benar adalah sebuah perjalanan. Ini adalah pengingat bahwa bahkan di bawah kepemimpinan yang terbaik sekalipun, perubahan membutuhkan waktu dan usaha. Komitmen untuk mengikuti kehendak Tuhan adalah sebuah proses bertumbuh, bukan hanya sebuah keputusan sesaat.
Bagi kita hari ini, ayat ini mengajarkan beberapa pelajaran berharga. Pertama, mengenai pentingnya **integrasi iman dalam kehidupan sehari-hari dan kepemimpinan**. Salomo memohon hikmat ilahi untuk memerintah, menunjukkan bahwa kepemimpinan yang efektif harus berakar pada prinsip-prinsip ilahi. Kedua, ayat ini menyoroti **keinginan Tuhan untuk ibadah yang terpusat dan murni**. Meskipun ibadah dapat dilakukan di mana saja, ada rencana ilahi untuk sebuah tempat khusus di mana umat-Nya dapat berkumpul dan beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar, seperti yang kelak diwujudkan dalam Bait Suci di Yerusalem.
Ketiga, ayat ini mengajarkan tentang **kesabaran dalam proses perubahan**. Terkadang, kita berharap perubahan terjadi seketika, tetapi realitasnya seringkali lebih kompleks. Membangun kebiasaan rohani yang baru, meninggalkan praktik-praktik lama yang tidak sesuai, memerlukan ketekunan. Salomo harus bekerja keras untuk membawa bangsa ini menuju kesatuan ibadah.
Pada akhirnya, 1 Raja-raja 3:2 bukan hanya sekadar catatan sejarah, tetapi sebuah cermin bagi perjalanan iman kita. Ia mengajak kita untuk terus memeriksa hati dan praktik kita, memastikan bahwa ibadah kita sungguh-sungguh ditujukan kepada Tuhan, dan bahwa kita bersedia untuk bertumbuh dan berubah demi mengikuti pimpinan-Nya dengan setia, seperti Salomo yang kemudian berhasil membangun Bait Suci yang megah.