"Maka berkatalah Salomo: 'Engkaulah yang telah menunjukkan kasih setia yang besar kepada hamba-Mu, Daud, ayahku, karena ia telah hidup setia kepada-Mu, dengan kebenaran dan keadilan dan dengan hati yang tulus terhadap Engkau. Dan Engkau telah menjerakan kepadanya kasih setia yang besar ini, dan Engkau telah memberikan kepadanya seorang anak laki-laki yang duduk di takhtanya, seperti yang terjadi pada hari ini.'"
Ayat 1 Raja-Raja 3:6 membawa kita pada momen krusial dalam kehidupan Raja Salomo. Sebelum ayat ini, kita membaca bagaimana Salomo memohon hikmat kepada Tuhan di Gibeon. Permohonannya bukanlah untuk kekayaan, kekuasaan, atau kemenangan atas musuh, melainkan untuk kemampuan memahami dan memimpin umat Tuhan dengan bijaksana. Permohonan yang tulus ini berkenan di hati Tuhan, dan Ia berjanji akan memberikan hikmat yang melampaui siapapun di bumi, serta menambahkan kekayaan dan kemuliaan yang tidak akan dimiliki oleh raja lain.
Dalam ayat 6, Salomo merenungkan kembali dan mengungkapkan rasa syukurnya atas dasar kasih setia Tuhan yang telah diberikan kepada ayahnya, Raja Daud. Ia menyadari bahwa posisinya saat ini sebagai raja bukanlah semata-mata karena kemampuannya sendiri, tetapi sebagai kelanjutan dari janji dan kasih setia Tuhan kepada Daud. Daud digambarkan telah hidup dengan kesetiaan kepada Tuhan, didasari oleh kebenaran, keadilan, dan ketulusan hati. Perilaku Daud ini menjadi fondasi yang kuat bagi Salomo untuk menerima anugerah tak terduga dari Tuhan.
Salomo sangat memahami bahwa warisan takhta yang diterimanya adalah bukti nyata dari kasih setia Tuhan yang berkelanjutan. Ia menyebutkan bahwa Tuhan tidak hanya "menjerakan" (memberikan dengan berlimpah) kasih setia kepada Daud, tetapi juga menganugerahkan seorang putra yang akan menggantikannya. Gambaran ini menekankan pentingnya hubungan antara kesetiaan seorang hamba (Daud) dan kemurahan hati Sang Pencipta (Tuhan). Kehidupan Daud yang benar dan adil menjadi cerminan dari kesetiaan Tuhan yang abadi.
Lebih dari sekadar pewarisan takhta, ayat ini juga menyoroti nilai-nilai kepemimpinan yang dihargai Tuhan. Daud dikenal sebagai raja yang hati Tuhan, meskipun ia juga pernah jatuh dalam dosa. Namun, ia senantiasa bertobat dan berusaha hidup dalam kebenaran. Salomo, yang menerima hikmat luar biasa dari Tuhan, diharapkan dapat meneruskan warisan kepemimpinan yang berlandaskan prinsip-prinsip ilahi. Ayat ini menjadi pengingat bahwa anugerah dan kepercayaan Tuhan sering kali diberikan kepada mereka yang menghargai dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya, serta kepada keturunan mereka yang juga menunjukkan kesetiaan.
Kisah Salomo di awal pemerintahannya mengajarkan banyak hal kepada kita. Pertama, pentingnya memohon hikmat dari Tuhan. Kedua, pengakuan atas anugerah dan kesetiaan Tuhan dalam kehidupan kita dan generasi sebelumnya. Ketiga, bahwa kepemimpinan yang efektif dan diberkati Tuhan berakar pada kebenaran, keadilan, dan ketulusan. Salomo, dengan hikmat yang dimohonnya, kemudian akan dikenal sebagai raja yang paling bijaksana dalam sejarah Israel, sebuah hikmat yang sesungguhnya adalah karunia dari Yang Maha Kuasa, yang bersumber dari kesetiaan-Nya yang tidak pernah berubah.
Ilustrasi: Representasi simbolis dari hikmat (bintang/segitiga) dan karunia (lingkaran).