"Adam, Seta, Enos, Kenan, Mahalalel, Yared, Henokh, Metusalah, Lamekh, Nuh, Sem, Ham, Yafet."
Kitab Tawarikh dimulai dengan sebuah pendahuluan yang monumental, yaitu catatan silsilah yang membentang jauh ke belakang, bahkan sejak permulaan waktu menurut narasi Alkitab. Ayat 1 dan 2 dari pasal pertama Kitab Tawarikh ini memberikan kita pandangan sekilas ke dalam daftar nama-nama yang menjadi penanda generasi awal umat manusia. Dalam konteks sejarah keselamatan, silsilah ini bukan sekadar daftar nama, melainkan sebuah pengingat akan kontinuitas, asal-usul, dan rencana Allah yang bekerja melalui keturunan manusia.
Ayat pertama langsung memperkenalkan tokoh-tokoh kunci yang menjadi nenek moyang umat manusia. Dimulai dari Adam, manusia pertama yang diciptakan Allah, daftar ini berlanjut melalui keturunannya seperti Seta, Enos, Kenan, Mahalalel, Yared, Henokh, Metusalah, hingga Lamekh, ayah Nuh. Nama-nama ini, meskipun mungkin terdengar asing bagi sebagian pembaca modern, memegang peran penting dalam narasi penciptaan dan kehidupan awal manusia. Setiap nama mewakili satu generasi, sebuah mata rantai dalam rangkaian panjang keberadaan manusia di bumi. Ini adalah akar dari segala sesuatu, titik tolak dari perjalanan panjang umat manusia.
Fokus pada Henokh dan Metusalah dalam daftar ini patut diperhatikan. Kitab Kejadian mencatat bahwa Henokh "hidup bergaul dengan Allah" dan kemudian "tidak ada lagi, sebab Allah mengambilnya" (Kejadian 5:24). Ini menunjukkan bahwa bahkan di masa-masa awal sejarah manusia, ada individu yang memiliki hubungan istimewa dengan Sang Pencipta. Metusalah, di sisi lain, dikenal sebagai orang tertua yang pernah hidup, mencapai usia 969 tahun. Keberadaan mereka dalam silsilah ini menekankan tema keabadian, kebertahanan hidup, dan hubungan antara Allah dengan manusia yang melintasi generasi.
Melanjutkan silsilah, kita sampai pada Lamekh dan kemudian Nuh. Nuh adalah tokoh sentral yang kisah kehidupannya menjadi saksi atas keputusan ilahi untuk membersihkan bumi dari kebejatan manusia melalui air bah. Keselamatan Nuh dan keluarganya melalui bahtera menjadi titik balik fundamental dalam sejarah manusia. Ayat 1:2 kemudian memperkenalkan tiga putra Nuh: Sem, Ham, dan Yafet. Mereka inilah yang menjadi leluhur bagi seluruh umat manusia setelah air bah. Dari merekalah dunia kembali dihuni oleh keturunan manusia.
Penyebutan Sem, Ham, dan Yafet di awal ayat 2 ini sangat strategis. Sem sering dikaitkan dengan garis keturunan Mesias, yang menjadi fokus utama dari banyak narasi Alkitab selanjutnya. Ham dan Yafet mewakili cabang-cabang lain dari keluarga manusia yang menyebar ke seluruh penjuru bumi. Dengan mencantumkan nama-nama mereka, penulis Tawarikh dengan jelas menetapkan fondasi bagi silsilah Israel dan peran mereka dalam rencana Allah bagi dunia. Ini adalah pengantar yang kuat dan lugas, menyiapkan panggung untuk keseluruhan kitab yang akan menguraikan sejarah, kerajaan, dan keilahian umat pilihan Allah.
Membaca kembali 1 Tawarikh 1:1-2 bukan sekadar melihat daftar nama kuno. Ini adalah sebuah undangan untuk merenungkan asal-usul kita, betapa panjangnya perjalanan manusia, dan bagaimana Allah telah bekerja secara konsisten melalui garis keturunan untuk mewujudkan rencana-Nya yang agung. Silsilah ini, dari Adam hingga putra-putra Nuh, adalah pengingat visual bahwa setiap individu adalah bagian dari sebuah cerita besar, sebuah narasi ilahi yang sedang berlangsung.