Ayat ini, 1 Tawarikh 11:4, menandai momen krusial dalam sejarah Israel. Setelah bertahun-tahun berjuang dan memimpin sebagai raja di Hebron atas Yehuda, tibalah saatnya Daud secara resmi diakui dan dinobatkan sebagai raja atas seluruh suku Israel. Yerusalem, yang saat itu masih dikuasai oleh bangsa Yebus, menjadi panggung utama bagi peristiwa bersejarah ini. Pemilihan Yerusalem sebagai ibu kota bukan hanya keputusan strategis, tetapi juga sarat makna spiritual. Kota ini kelak menjadi pusat keagamaan dan politik kerajaan bersatu, tempat Tabut Perjanjian akan ditempatkan, dan di mana Bait Suci akan dibangun.
Perjalanan Menuju Persatuan
Perjalanan Daud untuk menjadi raja atas seluruh Israel tidaklah instan. Setelah kematian Saul, Daud diurapi sebagai raja atas Yehuda di Hebron. Selama tujuh setengah tahun, ia memerintah dari sana, membangun kekuatannya dan mengukuhkan posisinya. Namun, impiannya adalah menyatukan kedua belas suku Israel di bawah satu kepemimpinan yang sah. Para tua-tua dari seluruh suku akhirnya datang kepada Daud di Hebron. Mereka mengakui kepemimpinan ilahi atas Daud, mengingatkan bahwa Tuhan sendiri telah berfirman kepadanya: "Engkau akan menggembalakan umat-Ku, Israel, dan Engkau akan menjadi pemimpin atas Israel." (1 Tawarikh 11:2).
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pengakuan Daud sebagai raja atas seluruh Israel bukanlah sekadar keinginan politik, melainkan pemenuhan janji dan ketetapan Tuhan. Para tua-tua bertindak sebagai representasi dari kehendak seluruh umat Israel, yang pada akhirnya memilih dan mengakui Daud sebagai pemimpin mereka. Ini adalah momen persatuan yang sangat dinanti-nantikan setelah periode perpecahan dan perselisihan.
Yerusalem: Kota Daud yang Baru
Langkah selanjutnya yang diambil Daud dan seluruh orang Israel adalah menuju Yerusalem. Kota ini, yang saat itu dikenal sebagai Yebus, dihuni oleh suku Yebus. Mengambil alih Yerusalem adalah tantangan militer yang signifikan, mengingat bentengnya yang kuat. Namun, keberanian dan strategi Daud, serta dukungan ilahi, memungkinkan mereka untuk menaklukkannya. Pengambilan Yerusalem menjadi simbol penaklukan dan penguasaan atas tanah yang dijanjikan, sekaligus menandai dimulainya era baru bagi kerajaan Israel.
Yerusalem memiliki posisi geografis yang strategis, berada di perbatasan antara wilayah utara dan selatan, sehingga ideal sebagai ibu kota yang dapat mempersatukan seluruh negeri. Daud kemudian membangunnya menjadi kota yang megah, yang kemudian dikenal sebagai "Kota Daud." Penempatan ibu kota di Yerusalem juga memiliki dampak teologis yang mendalam. Hal ini mempersiapkan jalan bagi Daud untuk membawa Tabut Perjanjian ke kota tersebut, menjadikannya pusat penyembahan bagi seluruh Israel dan menempatkan Tuhan di jantung kehidupan bangsa mereka.
Kisah ini dalam 1 Tawarikh 11:4 bukan sekadar catatan sejarah tentang penaklukan kota. Ini adalah narasi tentang kepemimpinan yang teguh, persatuan bangsa, dan pemenuhan janji ilahi. Daud, melalui keberanian, kebijaksanaan, dan ketaatannya kepada Tuhan, berhasil menyatukan Israel dan mendirikan sebuah kerajaan yang kuat, dengan Yerusalem sebagai pusatnya. Momen ini menjadi fondasi penting bagi warisan Israel dan mempersiapkan panggung untuk generasi pemimpin selanjutnya.