1 Tawarikh 21:23

"Dan Uza berkatalah kepada Daud: "Biarlah baginda mengambilnya serta mempersembahkannya, seperti yang dipandang baik oleh baginda. Lihatlah, lembu jantan untuk korban bakaran, dan papan untuk alat-alat pengangkut, dan gandum untuk korban sajian; segala-galanya itu hamba persembahkan kepada baginda."
DOA

Ayat 1 Tawarikh 21:23 membawa kita pada momen penting dalam narasi tentang Raja Daud dan upayanya untuk mendirikan sebuah tempat khusus bagi TUHAN. Setelah menyadari kesalahannya dalam melakukan sensus penduduk yang tidak seharusnya, Daud ingin menebus kesalahannya dengan membangun mezbah dan mempersembahkan korban kepada Allah. Namun, saat ia hendak membeli tempat yang dipilih TUHAN dari Arauna, seorang Yebus, Arauna menunjukkan kemurahan hati yang luar biasa.

Dalam ayat ini, Uza, yang kemungkinan adalah anak Arauna atau salah satu pegawainya, berbicara kepada Daud. Kata-kata Uza mencerminkan semangat pemberian dan kesediaan untuk melayani TUHAN melalui Raja Daud. Ia tidak hanya menawarkan tempat itu secara cuma-cuma, tetapi juga menyatakan kesiapannya untuk menyediakan segala yang dibutuhkan untuk ibadah, mulai dari lembu jantan untuk korban bakaran, papan-papan untuk alat pengangkut Tabut Perjanjian (meskipun ini bukan konteks Tabut, namun alat untuk membawa korban), hingga gandum untuk korban sajian. Ini adalah tawaran yang murah hati dan mencakup semua elemen penting dari ibadah korban pada masa itu.

Pelajaran utama yang dapat kita petik dari situasi ini sangatlah mendalam. Pertama, ini menunjukkan sifat hati yang tulus dalam melayani Tuhan. Arauna dan keluarganya, meskipun bukan orang Israel dalam pengertian penuh pada awalnya, menunjukkan kesalehan dan ketaatan yang mengagumkan. Mereka menghormati TUHAN dan siap untuk mengorbankan harta benda mereka demi kebaikan ibadah. Ini mengajarkan kita bahwa ketulusan hati dan kesediaan untuk memberi, terlepas dari status sosial atau latar belakang, sangat dihargai di hadapan Tuhan.

Kedua, ayat ini menyoroti pentingnya kerendahan hati dalam menghadapi kesalahan. Daud menyadari kesalahannya dan ingin memperbaikinya. Alih-alih merasa malu atau defensif, ia mencari cara untuk memuliakan Tuhan. Dalam prosesnya, ia bertemu dengan kemurahan hati yang tidak terduga, yang pada akhirnya mengarah pada pemilihan lokasi untuk pembangunan Bait Suci di masa depan. Ini adalah pengingat bahwa pengakuan dosa dan kerinduan untuk memulihkan hubungan dengan Tuhan selalu membuka jalan bagi berkat dan anugerah-Nya.

Ketiga, kesediaan untuk "mempersembahkan segala-galanya" seperti yang dinyatakan oleh Uza, mencerminkan prinsip pemberian yang murah hati yang sering diajarkan dalam Kitab Suci. Kita dipanggil untuk memberi bukan hanya dari kelimpahan kita, tetapi juga dengan sukacita dan kesediaan. Ini bisa berarti memberi waktu, talenta, sumber daya finansial, atau bahkan sekadar ucapan semangat dan dukungan. Intinya adalah memberikan yang terbaik yang kita miliki untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama.

Dalam konteks yang lebih luas, tindakan ini meletakkan dasar bagi Daud untuk melakukan persiapan besar-besaran bagi pembangunan Bait Suci yang kemudian dilanjutkan oleh putranya, Salomo. Ini adalah gambaran tentang bagaimana satu tindakan iman dan kerelaan dapat berdampak jangka panjang, bahkan melampaui generasi.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa ibadah sejati tidak hanya melibatkan perasaan dan ritual, tetapi juga tindakan nyata yang lahir dari hati yang mengasihi Tuhan dan sesama. Kesediaan untuk memberi dengan sukacita, seperti yang ditunjukkan oleh Arauna dan Uza, adalah ekspresi iman yang memuliakan Allah dan menjadi inspirasi bagi kita semua untuk melayani Dia dengan segenap hati dan segenap jiwa.