Kisah dalam 1 Tawarikh 21 dan sekitarnya mengisahkan tentang satu peristiwa krusial yang berdampak besar pada sejarah bangsa Israel, yaitu penghitungan penduduk yang dilakukan oleh Raja Daud. Ayat-ayat ini membawa kita pada renungan mendalam tentang kedaulatan Tuhan, kejatuhan manusia, serta pentingnya pertobatan dan pengampunan. Peristiwa ini, meskipun berujung pada musibah, pada akhirnya membuka jalan bagi pembangunan Bait Allah yang megah di Yerusalem.
Simbol doa dan persembahan yang membawa kedekatan dengan Tuhan.
Pada mulanya, kitab 1 Tawarikh mencatat bahwa Iblis membangkitkan Daud untuk menghitung orang Israel. Tindakan ini bukanlah sekadar sensus biasa, melainkan sebuah tindakan kesombongan dan kepercayaan yang keliru pada kekuatan militer manusia, bukan pada kekuatan Tuhan. Daud, yang seharusnya bersandar pada pimpinan Tuhan, malah tergoda untuk mengandalkan jumlah pasukannya. Hal ini menunjukkan betapa rentannya manusia, bahkan seorang raja yang saleh sekalipun, terhadap godaan untuk menyombongkan diri.
Akibat dari tindakan ini sangat mengerikan. Tuhan murka, dan hukuman pun ditimpakan kepada bangsa Israel dalam bentuk sampar yang mematikan. Ribuan orang meninggal dalam wabah tersebut. Daud, yang menyadari kesalahannya, sangat berduka dan memohon ampun kepada Tuhan. Ia berseru, "Akulah yang berbuat dosa dan akulah yang melakukan kejahatan. Tetapi domba-domba ini, apakah yang telah mereka perbuat? Kena kiranya tangan-Mu melawan aku dan melawanan kaum keluargaku!" (1 Tawarikh 21:17). Permohonan ampun Daud ini menjadi puncak dari penyesalannya yang tulus.
Di tengah tragedi tersebut, Tuhan menunjukkan belas kasih-Nya. Melalui nabi Gad, Tuhan memberikan instruksi kepada Daud untuk mendirikan mezbah di tempat pengirikan Ornan orang Yebus. Tempat ini kemudian menjadi lokasi penting dalam sejarah Israel. Di sanalah Daud mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan, dan Tuhan menjawabnya dengan api dari langit, menandakan penerimaan-Nya dan menghentikan sampar tersebut. Ini adalah momen penting yang menegaskan bahwa meskipun dosa membawa konsekuensi berat, pertobatan yang tulus akan selalu disambut dengan pengampunan Tuhan.
Peristiwa ini memiliki signifikansi yang luar biasa. Pertama, ia mengajarkan tentang bahaya kesombongan dan pentingnya bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Kedua, ia menunjukkan bahwa dosa sekecil apapun dapat menimbulkan konsekuensi yang besar, baik bagi individu maupun komunitas. Ketiga, dan yang paling penting, ia menegaskan kebesaran anugerah dan belas kasih Tuhan yang selalu siap mengampuni mereka yang bertobat dengan hati yang hancur. Lokasi di mana mezbah itu didirikan, di atas bukit Moria, akhirnya menjadi tempat di mana Bait Allah yang mulia akan dibangun oleh Salomo, putra Daud. Tuhan sendiri yang memilih tempat ini melalui peristiwa yang penuh pelajaran ini.
Penghitungan penduduk yang awalnya merupakan tindakan kesombongan dan membawa bencana, pada akhirnya justru mengarahkan bangsa Israel kepada rencana ilahi yang lebih besar: pembangunan tempat kediaman Tuhan di bumi. Ini adalah bukti bagaimana Tuhan dapat bekerja bahkan melalui kesalahan manusia, membawa kebaikan dari keburukan. Kisah 1 Tawarikh 21 mengingatkan kita untuk selalu rendah hati, senantiasa mengoreksi diri, dan tidak pernah berhenti memohon ampun kepada Tuhan. Kepercayaan yang teguh kepada Tuhan dan pertobatan yang sungguh-sungguh adalah fondasi yang kokoh bagi setiap aspek kehidupan, termasuk dalam membangun kehidupan rohani yang berkenan kepada-Nya.