"Tetapi ia akan membangun sebuah rumah bagi nama TUHAN, dan ia akan menjadi bagi-Ku seorang anak laki-laki, dan Aku akan menjadi baginya seorang Bapa. Dan Aku akan mendirikan takhtanya kerajaan untuk selama-lamanya."
Ayat 1 Tawarikh 22:10 menjadi salah satu pengingat yang kuat tentang visi ilahi yang diberikan kepada Raja Daud, meskipun ia sendiri tidak diizinkan untuk membangun Bait Suci. Ayat ini lebih dari sekadar janji; ia adalah fondasi dari sebuah rencana yang lebih besar, yang melibatkan generasi berikutnya dan menegaskan hubungan kekal antara Allah dan umat-Nya.
Dalam konteks sejarahnya, Daud telah mencapai puncak kekuasaannya. Namun, hatinya terpaut pada kerinduan untuk mendirikan tempat kediaman yang layak bagi Tabut Perjanjian Allah, yang selama ini hanya berada dalam kemah. Meskipun rencananya mulia, Allah memiliki tujuan yang berbeda. Melalui Nabi Natan, firman Tuhan disampaikan, "Engkau tidak akan membangun rumah bagi nama-Ku, sebab engkau adalah seorang prajurit dan telah menumpahkan darah." (1 Tawarikh 22:8). Ini bukanlah penolakan terhadap Daud, melainkan pengalihan tugas yang sangat penting kepada putranya, Salomo.
Janji yang terkandung dalam 1 Tawarikh 22:10 sangatlah mendalam. Pertama, Allah berfirman, "ia akan membangun sebuah rumah bagi nama-Ku." Ini adalah pengakuan atas keinginan Daud dan penegasan bahwa rencana pembangunan Bait Suci akan tetap terlaksana. Rumah ini bukan sekadar bangunan fisik, tetapi simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya, tempat doa dan ibadah.
Kedua, dan yang paling mengharukan, adalah pengakuan atas hubungan pribadi antara Allah dan Salomo: "dan ia akan menjadi bagi-Ku seorang anak laki-laki, dan Aku akan menjadi baginya seorang Bapa." Pernyataan ini melampaui hubungan raja dan hamba. Ini adalah gambaran kasih sayang, perlindungan, dan bimbingan ilahi yang akan menaungi Salomo dalam tugasnya. Hubungan ini menggarisbawahi bahwa kepemimpinan yang berhasil dibangun di atas fondasi kasih dan pengakuan akan kedaulatan Allah.
Terakhir, ayat ini menyentuh aspek keabadian: "Dan Aku akan mendirikan takhtanya kerajaan untuk selama-lamanya." Janji ini merujuk pada keturunan Daud yang akan terus memerintah Kerajaan Israel. Dalam perspektif yang lebih luas, banyak penafsir melihat janji ini sebagai gambaran dari Mesias, Yesus Kristus, yang takhtanya kekal dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan. Ini menunjukkan bahwa rencana Allah jauh melampaui peristiwa sejarah di Israel kuno.
Mengambil pelajaran dari 1 Tawarikh 22:10, kita diingatkan bahwa Allah tidak hanya peduli pada pekerjaan besar yang kita lakukan, tetapi juga pada hati kita dan hubungan pribadi kita dengan-Nya. Meskipun kita mungkin tidak membangun gedung fisik yang megah, setiap orang dipanggil untuk berkontribusi pada pembangunan "rumah rohani" bagi kehadiran Allah, baik dalam hidup pribadi maupun dalam komunitas iman. Kepercayaan yang diberikan Allah kepada Salomo, beserta janji perlindungan dan bimbingan-Nya, mengajarkan kita pentingnya kerendahan hati dan ketergantungan total pada hikmat dan kuasa-Nya dalam setiap aspek kehidupan.
Kisah ini menegaskan bahwa di balik setiap tugas yang diberikan, ada rencana ilahi yang lebih besar. Dan bagi mereka yang bersedia taat dan mencari Allah, janji kemitraan dan keberlanjutan ilahi akan selalu tersedia. Seperti Daud yang mempersiapkan segalanya bagi Salomo, kita pun dipanggil untuk menyiapkan hati dan hidup kita, menerima bimbingan Allah, dan percaya pada janji-Nya untuk kemuliaan nama-Nya.