Sama seperti semua saudara laki-lakinya, yang bertugas di bawah kekuasaan raja Daud, Samuel, bendahara Bait TUHAN.
Kisah dari Kitab 1 Tawarikh pasal 26, khususnya ayat 25, membawa kita pada sebuah deskripsi yang berfokus pada organisasi dan struktur dalam kehidupan umat Allah, khususnya di masa pemerintahan Raja Daud. Ayat ini menyebutkan nama Samuel, seorang bendahara Bait TUHAN, yang bertugas bersama saudara-saudaranya. Meskipun sekilas tampak seperti detail administratif yang biasa, di balik penyebutan ini terdapat makna yang mendalam mengenai pentingnya pengelolaaan yang jujur dan terorganisir dalam hal keuangan, terlebih lagi yang berkaitan dengan rumah ibadah dan persembahan.
Bait TUHAN adalah pusat spiritual bangsa Israel. Di dalamnya disimpan harta benda yang dipersembahkan oleh umat, baik yang merupakan hasil panen, ternak, maupun kekayaan lainnya. Pengelolaan harta ini bukan sekadar urusan duniawi, melainkan memiliki dimensi ilahi. Ketidakjujuran atau kekacauan dalam pengelolaan bisa berakibat pada ketidakpercayaan umat kepada para pemimpin mereka dan bahkan bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap Tuhan sendiri. Oleh karena itu, penunjukan orang-orang yang dipercaya, seperti Samuel dan saudara-saudaranya, untuk menjaga dan mengelola harta ini menjadi sangat krusial.
Peran bendahara, sebagaimana yang dijalankan oleh Samuel, melibatkan tugas menjaga, mencatat, dan mendistribusikan aset yang ada. Hal ini membutuhkan integritas, ketelitian, dan pemahaman yang jelas tentang tanggung jawab. Keberadaan mereka menunjukkan bahwa Tuhan peduli pada detail dalam segala aspek kehidupan umat-Nya, termasuk dalam urusan pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Ini adalah pengingat bahwa setiap aspek kehidupan, bahkan yang tampak sekuler seperti keuangan, harus dilakukan dengan cara yang menghormati Tuhan.
Dalam konteks yang lebih luas, kisah ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya tanggung jawab dan pengelolaan yang baik. Baik dalam skala kecil maupun besar, kemampuan untuk mengelola apa yang telah diberikan kepada kita dengan bijak adalah sebuah kebajikan. Bagi gereja dan lembaga keagamaan masa kini, ayat ini tetap relevan. Bagaimana sumber daya keuangan dikelola, dipertanggungjawabkan, dan digunakan untuk kemuliaan Tuhan dan pelayanan-Nya adalah pertanyaan yang harus selalu dijawab dengan jujur dan transparan. Samuel dan saudara-saudaranya adalah teladan dari generasi yang memahami pentingnya tugas yang dipercayakan kepada mereka.
Kisah ini menekankan bahwa bahkan di masa lampau, perhatian terhadap detail administratif dan keuangan dalam konteks keagamaan sangatlah penting. Ini bukan tentang kekayaan itu sendiri, tetapi tentang kesetiaan dalam mengelola apa yang Tuhan berikan melalui umat-Nya. Pengelolaan yang baik dalam segala hal, termasuk keuangan, adalah bentuk ibadah dan pengabdian kepada Tuhan.