"Apakah aku menghendaki hal itu, ketika aku merencanakan sesuatu? Atau apakah aku memikirkan hal itu berdasarkan dagingku, hingga aku berkata, 'Ya, ya,' dan 'Tidak, tidak'?"
Ayat 2 Korintus 1:17 membuka diskusi yang menarik tentang motivasi dan konsistensi dalam tindakan kita. Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, menyinggung tentang bagaimana ia dan para pelayan Tuhan lainnya bertindak. Pertanyaan retoris yang diajukan oleh Paulus ini bukanlah sekadar ucapan basa-basi, melainkan sebuah penegasan atas integritas dan ketulusan pelayanannya.
Paulus bertanya, "Apakah aku menghendaki hal itu, ketika aku merencanakan sesuatu? Atau apakah aku memikirkan hal itu berdasarkan dagingku, hingga aku berkata, 'Ya, ya,' dan 'Tidak, tidak'?" Pertanyaan ini menekankan perbedaan antara perencanaan yang didasarkan pada hikmat ilahi dan yang didasarkan pada keinginan pribadi atau dorongan duniawi. Ketika seseorang bertindak berdasarkan daging (sifat manusiawi yang cenderung pada dosa dan keegoisan), keputusannya seringkali berubah-ubah, tidak konsisten, dan mungkin dimotivasi oleh keuntungan sesaat atau ketakutan.
Sebaliknya, ketika rencana dan perkataan seseorang didasarkan pada kebenaran dan hikmat dari Tuhan, akan ada ketetapan hati dan konsistensi. Paulus ingin menunjukkan bahwa pelayanannya tidak didorong oleh kepentingan pribadi, ambisi duniawi, atau perubahan suasana hati. Kata "Ya, ya" dan "Tidak, tidak" merujuk pada janji yang mudah diucapkan namun seringkali mudah diingkari, terutama jika tidak didasarkan pada komitmen yang kuat dan tulus. Paulus menegaskan bahwa ia tidak seperti itu. Tindakannya adalah refleksi dari komitmennya kepada Kristus dan Injil.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya integritas dalam hidup kita. Apakah keputusan kita didasarkan pada prinsip-prinsip kekal atau hanya mengikuti arus keinginan dan tekanan dari lingkungan? Apakah kita konsisten dalam perkataan dan perbuatan kita, atau seringkali berubah-ubah tergantung situasi? Kepercayaan dibangun di atas fondasi konsistensi dan kejujuran. Ketika kita berjanji, kita diharapkan untuk menepatinya, dan ketika kita berkomitmen pada sesuatu, kita melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Paulus juga secara tersirat menghubungkan hal ini dengan sifat Allah. Allah adalah Allah yang tidak pernah berubah (Malaikat 3:6). Firman-Nya adalah Ya dan Amin. Oleh karena itu, pelayan-Nya yang sejati akan mencerminkan karakter ini. Mereka tidak akan ringan tangan dalam berjanji atau bersikap plin-plan. Mereka yang melayani Tuhan dengan setia akan memiliki ketetapan hati yang didasarkan pada kebenaran ilahi.
Bagi kita sebagai individu, ayat ini menjadi pengingat untuk senantiasa menguji motivasi di balik setiap rencana dan tindakan kita. Apakah kita hidup dalam ketulusan dan konsistensi, mencerminkan keandalan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita? Inilah inti dari pelayanan yang otentik dan kehidupan yang bermakna: keselarasan antara apa yang kita katakan, apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita lakukan, semuanya dalam terang kebenaran ilahi.
Temukan lebih banyak renungan mendalam tentang iman dan kehidupan Kristen di [Link ke Website Renungan atau Sumber Teologi Anda].