2 Korintus 11:19: Hikmat dalam Kerendahan Hati

"Sebab kamu suka memaklumi orang bodoh, padahal kamu sendiri bijak."
WIS

Surat 2 Korintus pasal 11 ayat 19 memberikan sebuah perspektif yang mendalam mengenai kebijaksanaan dan sikap hati jemaat di Korintus, sekaligus menjadi sebuah refleksi bagi setiap orang percaya. Rasul Paulus, dalam konteks membela pelayanannya dan mengoreksi beberapa pemikiran yang salah di antara jemaat Korintus, menyatakan, "Sebab kamu suka memaklumi orang bodoh, padahal kamu sendiri bijak." Ayat ini seringkali disalahpahami atau dilihat secara dangkal, namun jika direnungkan lebih dalam, ia menyingkapkan sebuah kontradiksi yang menarik sekaligus penting.

Pada pandangan pertama, kalimat ini bisa terdengar seperti sebuah pujian. Paulus seolah mengatakan, "Kalian itu pintar, tapi kok mau saja mendengarkan orang bodoh?" Namun, konteks di balik ayat ini jauh lebih kompleks. Paulus sedang berbicara mengenai para "rasul-rasul super" yang datang ke Korintus dan menawarkan ajaran yang berbeda, ajaran yang mungkin terdengar lebih menarik secara duniawi, namun justru menjauhkan jemaat dari kebenaran Injil yang murni. Orang-orang ini bisa dikatakan "bodoh" dalam pengertian rohani, karena mereka menyesatkan jemaat dan tidak memiliki fondasi Injil yang benar.

Pernyataan Paulus bahwa jemaat Korintus "sendiri bijak" merujuk pada pemahaman mereka akan kebenaran Injil yang telah diajarkan Paulus. Mereka telah menerima Kristus, memahami anugerah-Nya, dan hidup dalam terang firman. Namun, ironisnya, mereka "suka memaklumi" atau dengan mudah menerima begitu saja orang-orang yang justru mengajarkan sesuatu yang keliru. Seolah-olah kebijaksanaan yang mereka miliki menjadi tumpul, tidak mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah dalam hal-hal rohani. Ini adalah sebuah peringatan keras tentang bagaimana, bahkan orang yang memiliki pemahaman rohani yang baik pun bisa jatuh pada penerimaan yang keliru jika tidak waspada.

Dalam dunia yang penuh dengan berbagai macam informasi dan ajaran, ayat ini menjadi sangat relevan. Kita hidup di era di mana setiap orang dapat dengan mudah menyuarakan pendapatnya, baik yang didasari hikmat ilahi maupun yang hanya berdasarkan pemikiran manusia semata. Seringkali, ajaran yang terdengar menarik, modern, atau membebaskan tanpa syarat lebih disukai daripada ajaran yang menantang dan menuntut pertobatan. Jemaat di Korintus, dan kita juga, perlu belajar untuk menggunakan karunia kebijaksanaan yang telah Tuhan berikan untuk menguji segala sesuatu.

Paulus tidak melarang kita untuk bersikap toleran atau mengasihi sesama. Kasih adalah fondasi iman Kristen. Namun, kasih tidak boleh mengorbankan kebenaran. Mengasihi berarti juga mengarahkan, mengingatkan, dan menjaga agar orang lain tidak tersesat. Bijaksana berarti mampu melihat melampaui permukaan, mampu membedakan buah dari akar, dan mampu memegang teguh kebenaran firman Tuhan, bahkan ketika itu tidak populer. Ayat 2 Korintus 11:19 mendorong kita untuk tidak hanya mengakui diri sebagai orang yang bijak, tetapi juga untuk bertindak sesuai dengan hikmat itu, terutama dalam hal-hal yang menyangkut kebenaran rohani dan keselamatan jiwa.