"dalam susah payah dan kesulitan, dalam kekurangan, dalam tekanan dan dera."
Ayat 2 Korintus 11:27 melukiskan gambaran yang kuat tentang realitas penderitaan yang dialami oleh para hamba Tuhan dalam menyebarkan Injil. Rasul Paulus, dalam kesaksiannya kepada jemaat di Korintus, tidak ragu untuk memaparkan segala kesulitan, kekurangan, dan tekanan yang ia hadapi demi Kristus dan pemberitaan Kabar Baik. Frasa "dalam susah payah dan kesulitan, dalam kekurangan, dalam tekanan dan dera" bukan sekadar kata-kata kosong, melainkan cerminan dari pengalaman hidup yang pahit namun penuh makna.
Dalam konteks misi Kristus, kesulitan dan penderitaan sering kali menjadi bagian tak terpisahkan. Pelayanan bukanlah jalan mulus tanpa hambatan. Paulus sendiri adalah contoh utama dari seorang yang tidak gentar menghadapi berbagai macam cobaan. Ia mengalami kelelahan fisik akibat perjalanan panjang, kerja keras, dan terkadang kurangnya makanan atau tempat tinggal yang layak. Situasi ini menuntut ketabahan luar biasa, sebuah kekuatan yang bersumber bukan dari diri sendiri, melainkan dari Tuhan yang mendampinginya.
Kata "kekurangan" dalam ayat ini menunjukkan bahwa pelayanan seringkali berarti hidup dalam keterbatasan materi. Para penginjil mungkin harus mengorbankan kenyamanan pribadi, harta benda, atau bahkan keamanan finansial demi mewujudkan panggilan ilahi. Ini adalah panggilan untuk menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pemeliharaan Tuhan, bahwa Ia akan menyediakan segala kebutuhan bagi hamba-hamba-Nya, bahkan di tengah situasi yang paling sulit sekalipun.
Lebih jauh, "tekanan dan dera" menggambarkan aniaya fisik dan mental yang mungkin dihadapi. Paulus pernah mengalami pencambukan, lemparan batu, kapal karam, dan ancaman dari berbagai pihak, baik dari kalangan Yahudi maupun non-Yahudi yang menentang ajaran Kristus. Tekanan ini bisa datang dari perlawanan terhadap Injil, kesalahpahaman, atau bahkan permusuhan langsung. Menghadapi hal-hal ini membutuhkan iman yang teguh dan keberanian yang luar biasa.
Namun, yang menarik adalah bagaimana Paulus menyajikan daftar penderitaan ini. Ia tidak mengeluh atau meminta belas kasihan. Sebaliknya, daftar ini menjadi bukti otentisitas pelayanannya dan kedalaman kasihnya kepada Kristus. Penderitaan tersebut menjadi wadah bagi kekuatan ilahi untuk dinyatakan. Seperti yang tertulis di ayat lain, "Kekuatan-Ku paling sempurna menjadi nyata dalam kelemahanmu." (2 Korintus 12:9).
Dalam dunia modern ini, bentuk penderitaan mungkin berbeda, tetapi semangat 2 Korintus 11:27 tetap relevan. Banyak orang Kristen hari ini masih menghadapi berbagai tantangan dalam iman mereka, baik itu diskriminasi, kesulitan ekonomi karena prinsip iman, atau bahkan ancaman fisik di beberapa wilayah. Kisah Paulus mengingatkan kita bahwa pelayanan yang setia seringkali datang dengan harga.
Penting untuk merenungkan bagaimana kita merespons kesulitan dalam kehidupan rohani kita. Apakah kita menyerah pada kelelahan dan kekurangan, ataukah kita belajar bersandar pada kekuatan Kristus? Apakah kita gentar menghadapi tekanan, ataukah kita melihatnya sebagai kesempatan untuk mengalami pemeliharaan dan kekuatan Tuhan? 2 Korintus 11:27 mengundang kita untuk melihat penderitaan bukan sebagai tanda kegagalan, tetapi sebagai bagian dari perjalanan yang lebih besar, di mana kasih kepada Kristus menjadi motivasi terkuat untuk terus maju. Melalui kesaksian Paulus, kita diingatkan bahwa di dalam segala kesulitan, ada tujuan ilahi yang sedang digenapi.
Ayat ini juga mendorong kita untuk mendoakan saudara-saudari seiman kita yang sedang mengalami masa-masa sulit dalam pelayanan mereka. Kita dapat belajar dari ketabahan mereka dan memberikan dukungan, baik secara spiritual maupun materi, ketika memungkinkan. Karena pada akhirnya, kita semua adalah bagian dari tubuh Kristus, yang dipanggil untuk saling menguatkan di tengah tantangan dunia.