Surat-surat Paulus kepada jemaat di Korintus adalah jendela yang tak ternilai bagi pemahaman tentang tantangan-tantangan yang dihadapi gereja mula-mula. Di tengah kerumunan nasihat, koreksi, dan dorongan, terdapat ayat-ayat yang memancarkan kedalaman perhatian dan kasih seorang rasul bagi umat yang dikasihinya. Salah satunya adalah 2 Korintus 13:10, sebuah kalimat yang ringkas namun padat makna, yang menekankan tujuan utama dari otoritas Kristus yang dipercayakan kepada para pemimpin-Nya.
Dalam konteksnya, Paulus sedang mempersiapkan diri untuk kunjungan ketiganya ke Korintus. Surat-surat sebelumnya, termasuk 1 Korintus dan 2 Korintus, telah membahas berbagai masalah serius yang melanda jemaat: perselisihan, perpecahan, kesombongan, imoralitas, dan penyalahgunaan karunia rohani. Paulus, dengan kuasa yang diberikan kepadanya oleh Kristus, memiliki kewenangan untuk bertindak tegas, bahkan mungkin untuk mengeluarkan individu-individu yang terus-menerus memberontak dari persekutuan gereja. Namun, niatnya bukanlah untuk menghukum atau menjatuhkan.
Fokus utama Paulus, sebagaimana diungkapkan dalam ayat ini, adalah "untuk membangun". Kata kerja Yunani yang digunakan di sini, "oikodomein", secara harfiah berarti "membangun rumah". Ini menyiratkan proses yang konstruktif, yang bertujuan untuk memperkuat fondasi, menyatukan bagian-bagian yang terpisah, dan menciptakan tempat yang kokoh serta layak huni. Dalam bahasa rohani, ini berarti membantu jemaat untuk bertumbuh dalam iman, kesatuan, dan kedewasaan spiritual, sehingga mereka menjadi kesaksian yang hidup bagi Kristus di dunia.
Ayat 2 Korintus 13:10 adalah pernyataan tentang prinsip pelayanan Kristiani. Otoritas rohani bukanlah untuk menindas atau memuaskan ego pribadi, melainkan untuk melayani tujuan Kristus yang lebih besar: membangun tubuh-Nya. Ini adalah panggilan bagi semua pemimpin gereja, tidak peduli di mana mereka berada atau seberapa besar tanggung jawab mereka, untuk selalu memprioritaskan pembangunan spiritual jemaat di atas segala hal lainnya. Teguran dan disiplin, jika memang diperlukan, harus selalu diarahkan pada pemulihan dan penguatan, bukan pembinasaan.
Ketika Paulus menulis "supaya apabila aku datang, aku tidak perlu bertindak tegas", ia menunjukkan bahwa ia berharap surat-suratnya sudah cukup untuk membawa pertobatan dan perubahan dalam diri jemaat. Ia merindukan pertemuan yang penuh sukacita, bukan yang diwarnai oleh penghakiman dan disiplin yang keras. Keinginan ini mencerminkan kasih yang mendalam dari Kristus sendiri, yang datang bukan untuk menghakimi dunia, tetapi untuk menyelamatkannya (Yohanes 3:17). Dengan meniru Kristus, para pelayan-Nya dipanggil untuk menjadi agen pembangunan, bukan kehancuran.
Lebih jauh lagi, ayat ini juga menggarisbawahi pentingnya persiapan dan komunikasi yang matang. Paulus memilih untuk menyampaikan koreksi-koreksinya dalam bentuk surat, yang memungkinkan jemaat untuk merenungkannya sebelum ia tiba secara langsung. Ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengevaluasi diri dan membuat perubahan yang diperlukan. Pendekatan ini mengajarkan kita tentang pentingnya kebijaksanaan dalam menangani masalah-masalah dalam komunitas rohani, menggunakan setiap sarana yang tersedia untuk mendorong pemulihan dan keutuhan.
Pada akhirnya, 2 Korintus 13:10 adalah pengingat yang kuat bahwa kasih Kristus memotivasi kita untuk membangun satu sama lain. Otoritas yang dipercayakan kepada gereja dan para pemimpinnya adalah alat yang diberikan untuk memfasilitasi pertumbuhan, bukan untuk menciptakan ketakutan. Mari kita merangkul prinsip ini dalam kehidupan pribadi dan komunal kita, agar kita dapat terus membangun satu sama lain dalam iman, harapan, dan kasih Kristus.