Ayat pembuka dari kitab 2 Raja-raja pasal 16 ini memperkenalkan kita pada salah satu raja di Yehuda, yaitu Pekahya. Namun, yang menarik perhatian adalah penandaan waktu pemerintahan yang tidak hanya merujuk pada raja-raja Yehuda, tetapi juga menyandingkannya dengan pemerintahan raja Israel. Ini menunjukkan adanya hubungan yang kompleks, baik politik maupun historis, antara kedua kerajaan yang terpecah tersebut. Israel (kerajaan utara) dan Yehuda (kerajaan selatan) sering kali berada dalam ketegangan, bahkan peperangan. Penyebutan Pekahya yang dimulai pada tahun kelimabelas pemerintahan Yosua, raja Israel, mengimplikasikan bahwa kedua kerajaan ini masih memiliki entitas yang saling terkait dalam catatan sejarah, meskipun sering kali terpisahkan oleh ideologi dan tujuan yang berbeda.
Pekahya, putra Menahem, memerintah di Yerusalem. Menahem sendiri adalah raja Israel yang memerintah sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya silsilah kekuasaan yang membentang, meskipun berbeda kerajaan. Penempatan ayat ini di awal pasal 16 mengisyaratkan bahwa kisah selanjutnya akan berfokus pada masa pemerintahan Pekahya, dan kemungkinan besar akan mengungkap kebijakan, tindakan, serta dampaknya terhadap Kerajaan Yehuda. Apakah pemerintahannya membawa kesejahteraan atau justru membawa kehancuran, akan menjadi poin penting dalam narasi kitab suci ini. Perlu diingat, masa-masa ini adalah periode yang penuh gejolak bagi bangsa Israel, di mana kesetiaan kepada Tuhan sering kali diuji oleh pengaruh asing dan godaan penyembahan berhala.
Dalam konteks yang lebih luas, kitab 2 Raja-raja berfungsi sebagai catatan sejarah yang mengevaluasi pemerintahan para raja Israel dan Yehuda berdasarkan kesetiaan mereka kepada perjanjian dengan Allah. Raja-raja yang taat pada hukum Tuhan cenderung membawa berkat, sementara yang berpaling akan menghadapi konsekuensi negatif, sering kali berupa hukuman ilahi atau penaklukan oleh bangsa lain. Oleh karena itu, pengenalan Pekahya di ayat ini adalah pintu gerbang untuk memahami bagaimana masa pemerintahannya dijalani dan bagaimana ia menempatkan dirinya dalam aliran ketaatan atau ketidaktaatan terhadap firman Tuhan. Kisah Pekahya, meskipun mungkin tidak sebesar raja-raja lain dalam sejarah Israel, tetap merupakan bagian integral dari gambaran besar tentang hubungan umat pilihan dengan Allah.
Memulai pembacaan dari ayat ini, kita diajak untuk merenungkan pentingnya kepemimpinan yang berakar pada prinsip-prinsip ilahi. Identifikasi waktu berdasarkan raja dari kerajaan lain juga menekankan realitas geopolitik yang dihadapi bangsa-bangsa pada masa itu, di mana aliansi dan konflik adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Kehidupan dan pemerintahan Pekahya, seperti raja-raja lainnya, menjadi pelajaran berharga bagi generasi berikutnya tentang konsekuensi dari setiap pilihan.
Simbol Mahkota Raja: Menggambarkan otoritas dan kepemimpinan.