Kisah dalam Kitab 2 Raja-raja pasal 18 ayat 15 membuka sebuah jendela penting ke dalam pemerintahan Hizkia, seorang raja Yehuda yang dikenal karena kesalehannya dan upayanya untuk memurnikan ibadah kepada TUHAN. Pada masa ketika umat Israel terancam oleh kekuatan Asyur, khususnya oleh Raja Sanherib yang perkasa, Hizkia menghadapi krisis yang sangat serius. Ayat ini mencatat tindakan konkret Hizkia dalam menghadapi ancaman tersebut, sebuah tindakan yang menyoroti tema pengorbanan, penyerahan diri, dan kesadaran akan kekuasaan ilahi.
Sanherib, raja Asyur, seperti yang dicatat dalam kitab-kitab sejarah, seringkali menuntut upeti besar dari kerajaan-kerajaan taklukannya. Ambisinya tidak hanya terbatas pada pengumpulan kekayaan, tetapi juga pada memperluas pengaruh dan dominasinya. Dalam konteks ini, Hizkia, untuk menahan gempuran Sanherib dan mungkin untuk membeli waktu, terpaksa melakukan tindakan yang sangat drastis. Ia memerintahkan untuk mengumpulkan semua perak yang tersedia, baik yang tersimpan di dalam rumah TUHAN maupun di perbendaharaan raja sendiri.
Tindakan ini bukanlah sekadar transaksi finansial biasa. Ini adalah sebuah pengorbanan yang luar biasa. Bait TUHAN adalah pusat ibadah dan simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Harta benda di dalamnya, seringkali dikumpulkan melalui persembahan sukarela dan ketekunan umat, memiliki nilai spiritual dan religius yang sangat tinggi. Demikian pula, perbendaharaan raja mencerminkan kekayaan dan kemakmuran kerajaan. Dengan menyerahkan keduanya, Hizkia menunjukkan bahwa ia bersedia mengorbankan segalanya demi keselamatan rakyatnya dan kemerdekaan kerajaannya dari cengkeraman asing.
Ayat ini bukan hanya tentang kekayaan materi, tetapi juga tentang hati. Keputusan Hizkia untuk menyerahkan perak tersebut mencerminkan pengakuannya akan keterbatasan kekuatannya sendiri di hadapan kekuatan militer Asyur yang superior. Namun, di balik tindakan penyerahan materi ini, tersirat pula sebuah ketergantungan yang lebih dalam kepada Allah. Hizkia, seorang raja yang telah berusaha keras untuk menegakkan kembali penyembahan yang benar kepada TUHAN, tidak hanya mengandalkan kekayaannya. Ia menggunakannya sebagai sarana, sementara ia mungkin juga berdoa dan mencari pimpinan ilahi.
Kisah lengkap di pasal ini menunjukkan bahwa meskipun Hizkia memberikan upeti yang diminta, Sanherib tidak berhenti di situ. Ambisi Asyur terus berlanjut. Namun, pada akhirnya, Allah campur tangan secara ajaib dan menyelamatkan Yerusalem. Tindakan Hizkia dalam ayat 15 ini menjadi bagian dari rangkaian peristiwa yang menegaskan kedaulatan Allah atas segala kerajaan dunia. Ini mengajarkan kita bahwa dalam menghadapi kesulitan yang tampaknya tidak dapat diatasi, pengorbanan yang tulus dan ketergantungan pada kekuatan ilahi seringkali merupakan respons yang paling bijaksana, bahkan ketika itu terasa sangat menyakitkan.