Kisah ini, yang tercatat dalam Kitab 2 Raja-raja, pasal 3 ayat 13, membawa kita pada momen krusial dalam perjalanan tiga raja: Yoram dari Israel, Yosafat dari Yehuda, dan raja dari Edom. Mereka bersatu untuk menyerang bangsa Moab yang telah memberontak. Namun, di tengah persiapan perang, muncul keraguan dan ketakutan yang diungkapkan oleh Elisa, nabi Tuhan. Frasa "Celakalah aku, celakalah aku! TUHAN telah memanggil ketiga raja ini untuk menyerahkan mereka ke tangan Moab" bukanlah teriakan keputusasaan semata, melainkan pengakuan akan campur tangan ilahi yang tak terduga dan, bagi Elisa, sesuatu yang mengherankan sekaligus mengkhawatirkan.
Ketiga raja ini sedang dalam misi militer, didorong oleh berbagai pertimbangan politik dan ekonomi. Namun, kemarahan Tuhan atas pemberontakan Moab tampaknya sangat besar. Elisa menyadari bahwa situasi ini tidak sekadar konflik antar manusia, tetapi melibatkan kehendak dan kekuasaan Tuhan. Pengakuannya tentang Tuhan yang "memanggil" ketiga raja untuk diserahkan menunjukkan bahwa situasi ini mungkin tidak sepenuhnya berjalan sesuai rencana mereka, tetapi lebih pada skema ilahi yang lebih besar. Ini bisa berarti bahwa Tuhan sedang menggunakan situasi ini untuk mencapai tujuan-Nya sendiri, yang mungkin melibatkan penghukuman atas Moab, atau bahkan ujian bagi bangsa Israel dan sekutunya.
Dalam konteks ini, hikmat sejati bukanlah terletak pada kekuatan militer atau strategi perang semata, tetapi pada kemampuan untuk melihat dan memahami kehendak Tuhan di tengah peristiwa. Elisa, dengan kepekaan rohaninya, mampu menangkap dimensi ilahi dari situasi tersebut. Ketakutannya bukanlah ketakutan akan kematian pribadi, melainkan mungkin ketakutan akan dampak yang lebih luas dari tindakan ilahi ini, atau bagaimana umat Tuhan akan merespons campur tangan Tuhan yang demikian dramatis. Ia menyadari bahwa campur tangan Tuhan bisa membawa konsekuensi yang berat, dan terkadang sulit dipahami oleh akal manusia.
Ayat ini mengajarkan kita pentingnya menempatkan Tuhan di pusat segala urusan kita. Ketika kita menghadapi tantangan, baik pribadi maupun kolektif, seringkali ada lebih dari sekadar apa yang terlihat di permukaan. Memiliki kepekaan untuk mengenali campur tangan Tuhan, mengakui kedaulatan-Nya, dan mencari hikmat-Nya adalah kunci untuk menavigasi kehidupan. Elisa, meskipun seorang nabi yang dihormati, menunjukkan kerendahan hati dan ketergantungan total pada Tuhan. Ia tidak bersandar pada pengetahuannya sendiri, tetapi mencari kejelasan dari Sumber segala hikmat.
Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa Tuhan memiliki rencana-Nya sendiri, yang terkadang melampaui pemahaman manusia. Bagi kita yang membaca, ayat ini menjadi undangan untuk merefleksikan bagaimana kita merespons situasi sulit dalam hidup. Apakah kita bersandar pada kekuatan kita sendiri, atau kita mencari panduan dan hikmat dari Tuhan? "Celakalah aku" Elisa bisa diartikan sebagai pengingat bahwa ketika Tuhan bertindak, dampaknya bisa begitu signifikan sehingga membuat kita sadar akan keterbatasan kita dan kekuatan-Nya yang tak tertandingi. Ini adalah pelajaran berharga tentang kerendahan hati dan ketaatan di hadapan Sang Pencipta.