“Maka berkatalah Elisha kepada perempuan itu: “Coba kaupanggil anakmu itu!” Ketika perempuan itu memanggilnya, ia berdiri di samping ibunya. Lalu berkatalah Elisha: “Angkatlah dia!” Maka perempuan itu mengangkatnya dan meletakkannya di pangkuan ibunya.”
Ayat dari Kitab 2 Raja-raja pasal 8 ayat 3 ini adalah bagian dari sebuah narasi yang menggetarkan hati. Kisah ini berpusat pada seorang perempuan Sunem yang telah menunjukkan kebaikan luar biasa kepada Nabi Elisha. Sebagai balasan atas keramahan dan pelayanan yang tulus, Elisha telah berjanji bahwa ia akan diberkati dengan seorang putra. Janji itu kemudian ditepati, dan anak itu tumbuh besar. Namun, takdir berkata lain, anak itu tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal dunia.
Dalam keputusasaan dan duka yang mendalam, perempuan Sunem ini bergegas menemui Elisha. Ia tidak mencari solusi lain, melainkan datang kepada hamba Tuhan yang telah menjadi perantara berkat dalam hidupnya. Di hadapan Elisha, ia menyampaikan kesedihannya tanpa banyak kata, hanya menyatakan bahwa anaknya sudah tidak ada. Elisha, yang memiliki kuasa dari Tuhan, segera merespons. Ia meminta Gehazi, pembantunya, untuk segera pergi ke rumah perempuan itu dan meletakkan tongkatnya di atas wajah anak yang sakit tersebut. Ini adalah sebuah ujian iman bagi perempuan itu dan gambaran tentang bagaimana Tuhan bisa bekerja melalui cara-cara yang sederhana namun penuh makna.
Namun, respon perempuan Sunem yang kita baca di ayat 3 ini menunjukkan lebih dari sekadar kepasrahan. Ia tidak membiarkan Gehazi melakukan tugasnya sendiri tanpa dirinya. Ia bersikeras untuk tetap bersama Gehazi dan Elisha. Kehadirannya di sana, meskipun dalam keadaan berduka, menunjukkan keyakinan yang kuat pada kuasa ilahi yang bekerja melalui Elisha. Ketika Elisha sendiri tiba di rumah perempuan itu, ia menemui situasi yang menyayat hati: anak itu terbaring tak bernyawa.
Dalam momen krusial inilah ayat 2 Raja-raja 8:3 memberikan gambaran yang begitu jelas. Elisha tidak langsung memarahi atau bertanya mengapa perempuan itu bersikeras datang. Sebaliknya, ia menunjukkan belas kasih dan tindakan kepercayaan. Elisha memerintahkan perempuan itu untuk memanggil anaknya. Ketika sang anak datang (atau, dalam konteks ini, ketika ia dipanggil oleh ibunya untuk bangkit), Elisha kemudian memberikan perintah yang mengalirkan kekuatan kehidupan: “Angkatlah dia!” Dengan kelembutan dan kekuatan yang diberikan oleh Tuhan, perempuan itu mengangkat anaknya dan meletakkannya di pangkuannya. Ini adalah momen kebangkitan yang ajaib, sebuah manifestasi kuasa Allah yang mengalahkan maut, dan sebuah peneguhan janji-Nya. Kisah ini mengajarkan tentang pentingnya iman, kesetiaan kepada Tuhan, dan bagaimana kasih karunia-Nya mampu memulihkan bahkan dalam situasi yang paling suram sekalipun.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap peristiwa, bahkan yang terlihat tragis, ada potensi campur tangan ilahi. Iman kepada Tuhan yang sanggup memulihkan memberikan kekuatan dan pengharapan.