"Dan naiklah Salomo mempersembahkan korban bakaran di mezbah tembaga itu, seribu korban bakaran. Pada malam itu berkenanlah Allah kepada Salomo. Allah berfirman kepadanya: "Mintalah apa yang hendak Kauberikan kepadamu."
Ayat 2 Tawarikh 1:6 menceritakan sebuah momen krusial dalam awal pemerintahan Raja Salomo. Setelah menggantikan ayahnya, Daud, Salomo segera melakukan sebuah tindakan simbolis yang sangat penting. Ia naik ke Gibeon, tempat mezbah besar yang dibuat oleh Musa masih berdiri, untuk mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan. Tindakan ini menunjukkan keseriusan dan kerendahan hati Salomo dalam memulai tugas kepemimpinannya. Ia tidak memulai dengan membangun istana megah atau mengumpulkan kekayaan duniawi, melainkan dengan mencari perkenanan Tuhan melalui ibadah. Jumlah korban yang dipersembahkan, seribu ekor, menandakan kemurahan hati dan kesungguhan dalam ibadahnya.
Simbol persembahan dan hikmat ilahi
Kejadian ini bukanlah sekadar ritual belaka. Ayat tersebut dengan tegas menyatakan bahwa persembahan Salomo "berkenanlah Allah kepadanya." Ini adalah bukti bahwa Tuhan melihat dan menerima hati yang tulus serta keinginan untuk melakukan kehendak-Nya. Respons ilahi yang luar biasa terjadi pada malam itu juga: Allah berfirman kepada Salomo, "Mintalah apa yang hendak Kauberikan kepadamu." Ini adalah sebuah undangan ilahi yang langka, sebuah kesempatan emas untuk mendapatkan karunia dari Sang Pencipta.
Permohonan Salomo yang kemudian tercatat dalam pasal ini adalah gambaran utama dari kebijaksanaan yang ia miliki. Ia tidak meminta kekayaan, kekuatan militer, atau umur panjang. Sebaliknya, ia memohon agar diberi hati yang memahami, agar dapat memimpin umat Tuhan dengan adil dan bijaksana. Permohonan ini lahir dari kesadarannya akan tanggung jawab besar yang diembannya dan keterbatasannya sebagai manusia.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita. Pertama, pentingnya memprioritaskan hubungan dengan Tuhan melalui ibadah dan penyerahan diri, terutama pada awal perjalanan baru atau ketika menghadapi tantangan besar. Kedua, Allah melihat ketulusan hati kita. Persembahan yang tulus, sekecil apapun, dapat mendatangkan perkenanan-Nya. Ketiga, yang terpenting adalah kebijaksanaan dan pemahaman untuk menjalani hidup sesuai kehendak-Nya. Memohon hikmat ilahi adalah permohonan yang paling utama, karena dengan hikmat, kita dapat menggunakan berkat-berkat lain yang Tuhan berikan dengan benar dan membawa kemuliaan bagi-Nya. Ayat 2 Tawarikh 1:6 mengawali sebuah kisah tentang raja yang paling bijaksana, yang bermula dari sebuah persembahan yang berkenan dan sebuah permohonan yang bijak.