Ayat 2 Tawarikh 10:13 membawa kita pada momen krusial dalam sejarah Israel, sebuah titik balik yang dipicu oleh penolakan raja Rehabeam terhadap nasihat bijaksana dan keputusannya yang terburu-buru. Kisah ini berakar pada perpecahan kerajaan Israel setelah kematian Raja Salomo. Sepuluh suku Israel, yang merasa terbebani oleh kerja paksa dan pajak berat di masa pemerintahan Salomo, mendatangi Rehabeam, putranya, yang baru saja naik takhta. Mereka memohon agar beban tersebut dikurangi. Ini adalah kesempatan emas bagi Rehabeam untuk menunjukkan kepemimpinan yang penuh empati dan kebijaksanaan, sebuah kesempatan untuk menyatukan kembali bangsa yang terpecah.
Namun, alih-alih mendengarkan rakyatnya, Rehabeam, yang masih muda dan belum berpengalaman, pertama-tama berkonsultasi dengan para penasihat tuanya yang telah melayani ayahnya. Nasihat mereka adalah agar Rehabeam menunjukkan kebaikan, mendengarkan rakyat, dan menyetujui permintaan mereka. Jika ia melakukan ini, mereka berjanji bahwa bangsa itu akan menjadi hamba setianya. Ini adalah nasihat yang penuh kearifan, sebuah pendekatan yang mengedepankan dialog dan pemahaman.
Sayangnya, Rehabeam tidak puas dengan nasihat tersebut. Ia kemudian beralih kepada para pemuda yang sebaya dengannya, yang tumbuh bersamanya dan telah menjadi teman akrabnya. Para pemuda ini memberikan nasihat yang sangat berbeda. Mereka mendorong Rehabeam untuk menunjukkan ketegasan dan bahkan kekerasan. Menurut mereka, ia harus menyatakan bahwa ia akan membuat beban mereka lebih berat daripada yang pernah dibuat oleh ayahnya. Nasihat ini bersifat arogan, tidak peka, dan mengabaikan penderitaan rakyat.
Dan di sinilah 2 Tawarikh 10:13 mencatat keputusan fatal: "Dan raja menjawab mereka dengan kasar, dan raja Rehabeam meninggalkan nasihat orang-orang tua itu." Keputusan ini tidak hanya kasar dalam penyampaiannya, tetapi juga menunjukkan penolakan total terhadap kebijaksanaan dan pengalaman. Ia memilih jalan kekerasan dan kesombongan, sebuah jalan yang akan membawa kehancuran.
Akibat dari keputusan yang buruk ini sangat cepat dan mengerikan. Ayat-ayat selanjutnya dalam Kitab 2 Tawarikh menceritakan bagaimana sepuluh suku Israel memberontak dan berpisah dari pemerintahan Rehabeam, mendirikan kerajaan utara di bawah kepemimpinan Yerobeam. Hal ini mengakibatkan perpecahan permanen Israel menjadi dua kerajaan: Kerajaan Yehuda di selatan (yang tetap setia pada garis keturunan Daud dan Rehabeam) dan Kerajaan Israel di utara. Perpecahan ini melemahkan kedua kerajaan, membuat mereka lebih rentan terhadap serangan dari bangsa-bangsa asing, dan akhirnya berkontribusi pada pembuangan kedua kerajaan tersebut ke tanah asing.
Kisah 2 Tawarikh 10:13 mengajarkan kita pelajaran berharga tentang pentingnya mendengarkan nasihat yang bijaksana, terutama ketika membuat keputusan besar yang akan memengaruhi banyak orang. Keputusan yang didasarkan pada kesombongan, ketidaksabaran, atau pengaruh dari orang-orang yang tidak berpengalaman seringkali berakhir dengan penyesalan dan kehancuran. Sebaliknya, kebijaksanaan, empati, dan kesediaan untuk mendengarkan membuka jalan bagi stabilitas, persatuan, dan kemakmuran.