"Ketika seluruh orang Israel melihat bahwa raja tidak mendengarkan mereka, maka jawablah rakyat itu: "Rumah manakah yang kita dapat bagian di dalam Daud? Kita tidak punya bagian warisan di anak Isai! Pulanglah masing-masing ke kemahnya, hai orang Israel!" Maka pulanglah seluruh Israel ke kemah mereka."
Ayat 2 Tawarikh 10:16 mencatat momen krusial dalam sejarah Israel, yaitu pecahnya kerajaan persatuan di bawah kepemimpinan Salomo. Setelah kematian raja Salomo, putranya, Rehabeam, naik takhta. Namun, ia membuat keputusan yang berujung pada perpecahan bangsa. Para tua-tua dan perwakilan rakyat datang menghadap Rehabeam di Sikhem, menuntut agar beban kerja berat yang dibebankan oleh Salomo diringankan.
Rehabeam meminta waktu tiga hari untuk memikirkan permintaan rakyat. Ia pertama-tama berkonsultasi dengan para tua-tua yang telah melayani ayahnya, Salomo. Para tua-tua menasihati Rehabeam untuk bersikap baik dan mendengarkan rakyat. Jika ia melayani mereka dengan baik, mereka akan menjadi hamba setianya selamanya. Namun, Rehabeam kemudian berkonsultasi dengan teman-temannya yang sebaya, yang justru menyarankannya untuk bersikap lebih keras daripada ayahnya. Mereka mengatakan, "Ayahku membebani kamu dengan kuk yang berat, tetapi aku akan menambahnya! Ayahku menghajar kamu dengan cambuk, tetapi aku akan menghajar kamu dengan cemeti beralur!"
Ketika rakyat kembali setelah tiga hari, Rehabeam menyampaikan keputusannya yang keras, sesuai dengan nasihat teman-temannya. Inilah titik pemicu pemberontakan. Tanggapan rakyat, sebagaimana tercatat dalam ayat 16, sangat tegas: "Rumah manakah yang kita dapat bagian di dalam Daud? Kita tidak punya bagian warisan di anak Isai! Pulanglah masing-masing ke kemahnya, hai orang Israel!" Pernyataan ini menunjukkan bahwa mereka memutus hubungan kesetiaan mereka dengan keluarga Daud dan secara efektif menyatakan kemerdekaan dari pemerintahan pusat yang berpusat di Yerusalem.
Ayat ini menggambarkan bagaimana kesombongan, penolakan terhadap nasihat bijak, dan ketidakpekaan terhadap kebutuhan rakyat dapat membawa kehancuran. Perpecahan yang terjadi ini membagi kerajaan Israel menjadi dua bagian: Kerajaan Israel Utara (terdiri dari sepuluh suku) dan Kerajaan Yehuda (terdiri dari suku Yehuda dan Benyamin, yang memiliki Yerusalem). Perpecahan ini memiliki konsekuensi jangka panjang bagi kesejahteraan spiritual dan politik bangsa Israel.
Dari ayat ini, kita belajar tentang pentingnya mendengarkan dengan bijak, menunjukkan belas kasih, dan memahami tanggung jawab kepemimpinan. Keputusan yang diambil dengan gegabah dan tanpa pertimbangan matang dapat menimbulkan perpecahan yang mendalam, bahkan di antara umat yang seharusnya bersatu. Kejatuhan kerajaan persatuan menjadi pengingat abadi tentang dampak dari tindakan seorang pemimpin terhadap seluruh masyarakatnya.