2 Tawarikh 10:5 - Ajakan untuk Bertindak Bijak

"Kemudian Rehabeam berkata kepadanya: "Tunggu tiga hari lagi, barulah kamu datang kembali kepadaku." Maka pergilah rakyat itu."

Kisah dalam 2 Tawarikh pasal 10 menceritakan momen krusial pasca kematian Salomo, di mana Israel terpecah menjadi dua kerajaan. Setelah masa kepemimpinan Salomo yang bijak namun juga penuh kemewahan, rakyat Yerobeam dan suku-suku utara datang menghadap Rehabeam, putra Salomo, untuk meminta keringanan beban kerja dan pajak yang berat. Mereka menyatakan kesediaan mereka untuk melayani Rehabeam asalkan ia meringankan beban yang diletakkan ayahnya.

Rehabeam, yang baru saja naik takhta, dihadapkan pada permintaan yang tampaknya sederhana namun memiliki implikasi besar. Alih-alih langsung memberikan jawaban, Rehabeam meminta waktu tiga hari untuk mempertimbangkan. Permintaan ini bukanlah sekadar penundaan, melainkan sebuah kesempatan untuk refleksi dan mencari nasihat. Namun, yang menarik adalah bagaimana Rehabeam memilih untuk mencari nasihat. Ia pertama-tama berbicara dengan para tua-tua yang telah mendampingi ayahnya, Salomo, selama masa pemerintahannya. Para tua-tua ini memberikan nasihat yang bijak, menyarankan agar Rehabeam bersikap lemah lembut, berbicara dengan baik kepada rakyat, dan meringankan beban mereka. Nasihat ini mencerminkan pemahaman tentang pentingnya diplomasi, empati, dan kebijaksanaan dalam memimpin. Menjaga hati rakyat adalah kunci untuk stabilitas dan kesetiaan.

Pertimbangan Bijak Menuju Keadilan Ilustrasi visual refleksi dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Namun, Rehabeam kemudian juga berbicara dengan orang-orang muda yang tumbuh bersamanya, yang terbiasa dengan kesuksesan dan kemegahan ayahnya tanpa merasakan beban kepemimpinan. Orang-orang muda ini memberikan nasihat yang sangat berbeda, yaitu agar Rehabeam bersikap lebih keras, mengancam rakyat, dan meningkatkan beban mereka. Nasihat ini mencerminkan kesombongan dan ketidakpahaman terhadap kebutuhan dan perasaan rakyat. Ini adalah nasihat yang impulsif dan tidak mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang.

Permintaan Rehabeam untuk menunggu tiga hari menunjukkan adanya ruang untuk berpikir, menimbang, dan mencari hikmat. Ayat 2 Tawarikh 10:5 sendiri adalah titik di mana ia mengulur waktu, memberikan kesempatan bagi dirinya dan rakyatnya untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan yang akan berujung pada perpecahan yang menyakitkan. Keputusan yang diambil kemudian oleh Rehabeam (yang mendengarkan nasihat orang muda) secara tragis menyebabkan pemberontakan besar dan terpecahnya kerajaan Israel menjadi dua.

Kisah ini mengajarkan kita betapa pentingnya mencari nasihat yang bijak, terutama dalam situasi yang genting. Keputusan yang diambil berdasarkan kesombongan, dorongan sesaat, atau saran dari orang-orang yang tidak memiliki pemahaman mendalam tentang realitas, dapat berakibat fatal. Sebaliknya, mendengarkan nasihat para penasihat yang berpengalaman dan bijaksana, serta bersedia untuk bertindak dengan kerendahan hati dan keadilan, adalah kunci untuk memimpin dengan sukses dan menjaga keutuhan. Tiga hari penundaan itu adalah kesempatan emas yang sayangnya disia-siakan oleh Rehabeam karena ia memilih jalan yang didorong oleh arogansi dan bukan oleh hikmat ilahi.