Maka orang Lewi itu meninggalkan padang rumput dan harta benda mereka, lalu pergi ke Yehuda dan ke Yerusalem, sebab Yerobeam dan anak-anaknya telah menolak mereka dari menjalankan jabatan imam TUHAN.
Ayat 2 Tawarikh 11:14 menggambarkan sebuah momen krusial dalam sejarah Kerajaan Israel. Setelah perpecahan kerajaan yang disebabkan oleh Salomo, Yerobeam, raja sepuluh suku utara, mengambil langkah drastis untuk mengukuhkan kekuasaannya dan memisahkan diri dari Kerajaan Yehuda di selatan. Salah satu tindakan paling signifikan adalah penolakannya terhadap para imam dan orang Lewi untuk menjalankan tugas mereka di Yerusalem. Tindakan ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan sebuah penolakan terhadap tatanan ibadah yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri.
Keputusan Yerobeam untuk mendirikan pusat ibadah alternatif di Betel dan Dan, lengkap dengan patung anak lembu emas, merupakan sebuah bentuk penyembahan berhala yang terang-terangan. Hal ini secara langsung melanggar hukum Taurat yang melarang penyembahan selain kepada Tuhan di tempat yang telah ditentukan-Nya, yaitu di Bait Suci di Yerusalem. Penolakan terhadap orang Lewi, yang secara khusus ditahbiskan untuk melayani Tuhan dan memelihara hukum-Nya, menunjukkan betapa jauhnya Yerobeam menyimpang dari kehendak ilahi. Para imam dan orang Lewi, yang seharusnya menjadi penjaga kemurnian ibadah, dipaksa meninggalkan pos mereka.
Menariknya, ayat ini tidak hanya berfokus pada tindakan Yerobeam, tetapi juga pada respons dari orang-orang Lewi. Dikatakan bahwa mereka "meninggalkan padang rumput dan harta benda mereka, lalu pergi ke Yehuda dan ke Yerusalem." Ini adalah sebuah tindakan kesetiaan yang luar biasa. Meskipun meninggalkan kenyamanan dan keamanan materi yang mungkin telah mereka miliki, mereka memilih untuk tetap setia kepada Tuhan dan tatanan ibadah yang benar. Mereka mengakui bahwa panggilan untuk melayani Tuhan lebih berharga daripada kenyamanan duniawi.
Perpindahan ini menegaskan kembali pentingnya Yerusalem sebagai pusat spiritual Israel. Bagi orang Lewi, pergi ke Yehuda dan Yerusalem berarti kembali ke tempat di mana ibadah yang murni masih dipertahankan. Ini adalah pengakuan iman mereka bahwa Tuhan berdiam di Yerusalem dan bahwa di sanalah mereka harus melayani. Tindakan mereka menjadi sebuah teladan bagi kita, menunjukkan bahwa di tengah tekanan dan godaan untuk mengikuti arus yang salah, ketaatan kepada Tuhan harus selalu menjadi prioritas utama. Kehilangan harta benda dan kenyamanan bisa menjadi harga yang harus dibayar, namun berkat dan kepuasan batin dari hidup dalam kebenaran jauh lebih besar nilainya.
Kisah ini memiliki implikasi teologis yang mendalam. Ia menekankan bahwa kesetiaan kepada Tuhan sering kali membutuhkan pengorbanan. Yerobeam, meskipun menawarkan sebuah "alternatif" ibadah, pada dasarnya menjauhkan umat dari sumber kehidupan rohani yang sejati. Orang Lewi, dengan memilih untuk taat, menunjukkan bahwa kesetiaan pada Perjanjian dengan Tuhan memiliki konsekuensi yang jauh lebih positif dalam jangka panjang, meskipun mungkin sulit di awal.
Ayat 2 Tawarikh 11:14 mengajarkan kita untuk mengevaluasi "ibadah" kita. Apakah kita mengikuti kemurnian ajaran Tuhan ataukah kita tergoda oleh "kemudahan" atau "alternatif" yang menjauhkan kita dari kebenaran? Kisah ini menginspirasi untuk memegang teguh iman, bahkan ketika menghadapi penolakan atau kesulitan, karena kesetiaan kepada Tuhan selalu membawa berkat yang tak ternilai. Keputusan orang Lewi adalah bukti bahwa mengutamakan Tuhan dan pelayanan-Nya akan selalu mendatangkan upah yang sejati.