2 Tawarikh 12 13: Nubuat untuk Rehabeam dan Kerajaan Yehuda

"Dan setelah Rehabeam berakar kuat dan menjadi perkasa, ia meninggalkan hukum TUHAN, dan seluruh Israel bersamanya." (2 Tawarikh 12:13)
Simbol mahkota terpecah dengan awan sebagai latar belakang

Kisah dalam Kitab 2 Tawarikh, khususnya pasal 12 ayat 13, membawa kita pada momen penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda di bawah pemerintahan Raja Rehabeam. Setelah berhasil membangun dan memperkuat kerajaannya, sebuah peringatan penting disampaikan melalui tindakan dan kejatuhan Rehabeam.

Ayat tersebut secara lugas menyatakan, "Dan setelah Rehabeam berakar kuat dan menjadi perkasa, ia meninggalkan hukum TUHAN, dan seluruh Israel bersamanya." Pernyataan ini menggambarkan sebuah titik balik yang krusial. Rehabeam, cucu dari Raja Salomo yang bijaksana, awalnya mewarisi sebuah kerajaan yang terpecah. Sepuluh suku utara memisahkan diri dan membentuk Kerajaan Israel di bawah pimpinan Yerobeam, sementara dua suku selatan, Yehuda dan Benyamin, tetap setia pada dinasti Daud dan berpusat di Yerusalem sebagai Kerajaan Yehuda.

Di awal pemerintahannya, Rehabeam menghadapi tantangan besar dalam mempersatukan kembali wilayahnya dan memastikan stabilitas. Ia bahkan pernah menjadi target invasi Shishak, raja Mesir, yang menjarah Yerusalem dan istana raja. Namun, setelah melalui pengalaman pahit tersebut, Rehabeam tampaknya mulai menyadari pentingnya keteguhan iman dan ketaatan kepada Tuhan.

Namun, ironisnya, justru ketika ia "berakar kuat dan menjadi perkasa" – sebuah fase yang seharusnya menjadi puncak stabilitas dan kemakmuran – Rehabeam justru menyimpang dari jalan Tuhan. Ketiadaan pengawasan dari nabi yang setia, seperti yang terjadi pada masa sebelumnya, tampaknya membuka celah bagi kesombongan dan kelalaian spiritual. Pengabaian hukum Tuhan oleh raja ini kemudian diikuti oleh seluruh rakyatnya, yang menunjukkan betapa besar pengaruh seorang pemimpin dalam menentukan arah spiritual bangsanya.

Penyimpangan ini memiliki konsekuensi yang mendalam. Sejarah mencatat bahwa ketidaktaatan kepada Tuhan sering kali berujung pada kehancuran dan pembuangan. Meskipun Kitab Tawarikh tidak merinci sepenuhnya akibat jangka panjang dari kelalaian Rehabeam ini, namun ayat tersebut menjadi sebuah peringatan abadi: kesuksesan duniawi, kekuasaan, dan kekuatan tanpa dibarengi ketaatan kepada Tuhan adalah fondasi yang rapuh dan berisiko.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa kekuatan sejati dan keberlanjutan suatu bangsa atau individu tidak terletak pada kekayaan atau kekuasaan semata, melainkan pada hubungan yang kokoh dengan Sang Pencipta. Ketika pondasi spiritual goyah, apa pun yang dibangun di atasnya akan rentan terhadap badai, sebagaimana terjadi pada Kerajaan Yehuda di bawah pemerintahan Rehabeam yang akhirnya tergelincir dari jalan kebenaran Tuhan.

Sebuah pengingat bahwa kesetiaan kepada Tuhan harus menjadi prioritas utama, bahkan di saat-saat paling sukses.