2 Tawarikh 12 14

"Ia berbuat yang jahat, karena ia tidak menempuh jalan yang benar untuk menjauhi TUHAN."

Kitab 2 Tawarikh, pasal 12, ayat 14, menyajikan sebuah peringatan penting yang tertanam dalam narasi raja-raja Israel. Ayat ini merujuk pada Rechabeam, raja Yehuda, dan menggambarkan inti dari masa pemerintahannya yang kontras. Meskipun ia adalah keturunan Daud dan mewarisi takhta kerajaan selatan, hidupnya tidak sepenuhnya mencerminkan kesetiaan kepada Tuhan. Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa Rechabeam "berbuat yang jahat, karena ia tidak menempuh jalan yang benar untuk menjauhi TUHAN." Frasa "tidak menempuh jalan yang benar" adalah kunci untuk memahami kegagalannya. Ini bukan sekadar kesalahan kecil, melainkan sebuah penolakan sistematis untuk mengikuti tuntunan dan kehendak ilahi yang telah ditetapkan bagi para pemimpin Israel.

Simbol hati yang terbagi dengan jalan yang lurus

Jalan yang lurus dan hati yang berfokus adalah esensi dari ketaatan.

Penting untuk diingat bahwa masa pemerintahan Rechabeam datang setelah periode kemakmuran di bawah ayahnya, Salomo. Namun, kebijakan Rechabeam yang keras dan penolakannya untuk mendengarkan nasihat bijak justru memecah belah kerajaan. Ia memilih untuk mendengarkan para penasihat muda yang mengarahkannya pada kezaliman. Hal ini menyebabkan separuh dari suku-suku Israel memberontak dan mendirikan kerajaan terpisah di utara, di bawah pimpinan Yerobeam. Perpecahan ini adalah konsekuensi langsung dari keputusan Rechabeam untuk tidak mengikuti jalan Tuhan.

Lebih jauh lagi, ayat ini menyiratkan bahwa ketidaktaatan Rechabeam membuka pintu bagi serangan asing. Di tahun kelima masa pemerintahannya, Sisak, raja Mesir, menyerbu Yehuda dengan pasukan yang besar dan menjarah kota-kota serta Bait Suci di Yerusalem. Ini adalah pukulan telak bagi Rechabeam dan kerajaannya, sebuah bukti nyata dari kelemahan yang timbul dari menjauhi Tuhan. Para nabi Tuhan, seperti Semaya, datang kepada Rechabeam dan umatnya, menyatakan bahwa mereka telah mengkhianati Tuhan. Namun, dalam momen yang langka, Rechabeam dan para pemimpin Yehuda merendahkan diri, mengakui dosa mereka, dan Tuhan memutuskan untuk tidak menghancurkan mereka sepenuhnya.

Meskipun Rechabeam dan umatnya pada akhirnya merendahkan diri, ayat 14 tetap menjadi sebuah cerminan permanen dari kegagalan utamanya. Ia memiliki kesempatan untuk memimpin dengan kebenaran, untuk memperkuat kerajaan yang diwarisinya dengan iman yang teguh. Namun, ia memilih jalan yang lebih mudah, jalan yang memuaskan keinginannya sendiri dan mengabaikan suara Tuhan. Pelajaran dari 2 Tawarikh 12:14 adalah bahwa kepemimpinan yang sukses, baik dalam skala pribadi maupun publik, selalu berakar pada ketaatan kepada Tuhan. Menjauhi jalan yang benar adalah resep pasti untuk kehancuran, baik itu kehancuran pribadi, sosial, maupun spiritual.

Ayat ini mengajarkan kita pentingnya konsistensi dalam iman. Keputusan untuk "menempuh jalan yang benar" bukanlah sebuah pilihan sesekali, melainkan sebuah komitmen berkelanjutan untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Ini berarti mendengarkan nasihat yang bijak, baik dari firman Tuhan maupun dari orang-orang yang bijaksana di sekitar kita, dan menolak godaan untuk mengikuti jalan yang lebih mudah atau yang memuaskan keinginan daging. Rechabeam adalah contoh peringatan bahwa kemunduran spiritual dapat membawa konsekuensi yang berat, dan bahwa ketaatan kepada Tuhan adalah fondasi yang paling kokoh untuk stabilitas dan kemakmuran jangka panjang.