"Tetapi gunung-gunung pengorbanan tidak dijauhkan, walaupun hati Hizkia tetap mengikuti TUHAN dengan segenap hatinya."
Ayat 2 Tawarikh 15:17 menyajikan sebuah realitas yang kompleks namun penuh harapan dalam perjalanan iman seseorang. Di satu sisi, kita melihat sebuah langkah maju yang signifikan dalam pemurnian ibadah kepada Tuhan. Hizkia, seorang raja yang dikenal karena kesalehan dan upayanya untuk membawa Israel kembali kepada Tuhan, telah melakukan banyak reformasi. Ia menyingkirkan mezbah-mezbah berhala, menghancurkan tugu-tugu berhala, dan mendorong bangsa untuk kembali berpegang pada hukum Tuhan. Upaya ini mencerminkan sebuah komitmen yang mendalam untuk menta'ati Sang Pencipta.
Namun, ayat ini juga mengingatkan kita bahwa perjalanan spiritual seringkali tidaklah linier dan sempurna. Disebutkan bahwa "gunung-gunung pengorbanan tidak dijauhkan". Frasa ini mengacu pada tempat-tempat ibadah yang didirikan untuk persembahan korban, yang seringkali dikaitkan dengan praktik penyembahan berhala atau ibadah yang tidak murni. Meskipun Hizkia telah berusaha keras, tampaknya beberapa dari elemen-elemen ini masih tersisa. Ini bisa berarti beberapa kebiasaan lama yang sulit dihilangkan, atau mungkin kompromi yang belum sepenuhnya teratasi.
Yang paling menakjubkan dari ayat ini adalah penekanan pada kondisi hati Hizkia. Di tengah ketidaksempurnaan praktik eksternal, hati raja tetap teguh. "Walaupun hati Hizkia tetap mengikuti TUHAN dengan segenap hatinya." Inilah inti dari hubungan yang sejati dengan Tuhan: ketulusan hati. Tuhan tidak hanya melihat tindakan luar kita, tetapi Ia mencari hati yang sepenuhnya berpaling kepada-Nya. Kesetiaan Hizkia yang sepenuh hati ini yang menjadi dasar pemulihan dan berkat bagi kerajaannya.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Kita mungkin juga bergumul dengan beberapa kebiasaan atau pola pikir lama yang sulit untuk sepenuhnya ditinggalkan, meskipun kita telah bertekad untuk hidup sesuai kehendak Tuhan. Mungkin ada hal-hal kecil yang tampak sepele namun tetap mengganjal dalam kehidupan rohani kita. Namun, 2 Tawarikh 15:17 menguatkan kita bahwa Tuhan melihat lebih dari sekadar ketidaksempurnaan lahiriah. Yang terpenting adalah arah dan intensitas hati kita. Selama hati kita terus-menerus mencari Tuhan, merindukan Dia, dan berkomitmen untuk mengikuti-Nya, kita berada dalam posisi yang benar di hadapan-Nya.
Fokus pada hati yang mengikuti Tuhan dengan segenap hati adalah sebuah panggilan untuk integritas rohani. Ini berarti mengarahkan seluruh keberadaan kita—pikiran, emosi, kehendak—kepada Tuhan. Ini adalah sebuah proses dinamis yang memerlukan kesabaran, ketekunan, dan terus-menerus bergantung pada anugerah-Nya. Bahkan ketika kita menghadapi tantangan dalam membuang semua hal yang menghalangi, kesetiaan hati kita kepada Tuhan adalah sumber kekuatan dan kepastian pemulihan. Mari kita terus memelihara hati yang merindukan Tuhan, dan dalam prosesnya, biarlah kebenaran-Nya terus memurnikan seluruh kehidupan kita.