Ayat-ayat dalam 2 Tawarikh pasal 18 menceritakan sebuah kisah penting tentang Raja Ahab dari Israel dan Raja Yosafat dari Yehuda. Yosafat, seorang raja yang pada umumnya dikenal karena kesalehan dan usahanya untuk memperbaiki umatnya, melakukan sebuah kesalahan fatal dengan menjalin hubungan erat dengan Ahab, raja Israel yang terkenal jahat dan menyembah berhala. Kemitraan ini tidak hanya bersifat politik, tetapi juga melibatkan keputusan spiritual yang keliru.
Ahab mengundang Yosafat untuk bergabung dalam pertempuran melawan Aram di Ramot-Gilead. Yosafat, meskipun ragu, akhirnya setuju, namun ia meminta agar terlebih dahulu dicari firman Tuhan melalui nabi-nabi. Ahab menghadirkan empat ratus nabi yang semuanya memberikan ramalan yang menyenangkan, mengatakan bahwa mereka akan menang. Namun, Yosafat tidak merasa puas dan menanyakan apakah ada nabi Tuhan yang lain. Di sinilah Mikha bin Yimla diperkenalkan, seorang nabi yang seringkali berbicara keras dan tidak populer.
Mikha, ketika dipanggil, awalnya memberikan jawaban yang sama seperti nabi-nabi lain, tetapi Ahab menyadari bahwa Mikha tidak bersungguh-sungguh. Akhirnya, Mikha menubuatkan kekalahan total bagi Israel dan kematian Ahab. Nubuat ini terbukti benar. Ahab, meskipun menyamar, tetap terbunuh dalam pertempuran itu, sementara Yosafat nyaris lolos. Kisah ini menjadi peringatan keras tentang bahaya mengabaikan suara kenabian yang benar demi kesenangan sesaat, dan pentingnya memisahkan diri dari pengaruh yang merusak.
Setelah mengalami nyaris celaka dalam pertempuran, Raja Yosafat kembali ke Yerusalem. Pasal 19 dimulai dengan teguran dari nabi Yehu bin Hanani kepada Yosafat atas kemitraannya dengan Ahab. Teguran ini membangkitkan kembali kesadaran Yosafat dan mendorongnya untuk melakukan reformasi yang mendalam di kerajaannya. Fokus utamanya adalah menegakkan keadilan dan ketaatan kepada Tuhan.
Yosafat menempatkan para hakim di seluruh negeri dan memberikan instruksi yang jelas: "Hendaklah kamu bertindak dengan takut akan TUHAN dengan setia dan hati yang tulus." Ia menekankan pentingnya kejujuran, tidak memihak, dan tidak menerima suap. Ia juga memperbaiki sistem peradilan dengan mendirikan Mahkamah Agung di Yerusalem yang terdiri dari orang-orang Lewi, imam, dan kepala keluarga dari suku Yehuda, yang bertugas menangani kasus-kasus besar di hadapan TUHAN. Selain itu, ia menunjuk para hakim di kota-kota.
Pasal ini juga menunjukkan bagaimana Yosafat sendiri terlibat aktif dalam urusan keagamaan dan peradilan. Ia menetapkan aturan bagi para imam dan orang Lewi untuk mengajarkan hukum Tuhan kepada rakyat. Ini adalah gambaran raja yang berkomitmen untuk memimpin bangsanya kembali kepada Tuhan dan menegakkan standar kebenaran Ilahi dalam setiap aspek kehidupan.
Secara keseluruhan, 2 Tawarikh 18 dan 19 menyajikan sebuah studi kasus yang kuat tentang konsekuensi dari keputusan yang buruk (pasal 18) dan pemulihan yang datang dari pertobatan dan komitmen pada keadilan serta ketaatan kepada Tuhan (pasal 19). Kisah Yosafat mengingatkan kita bahwa bahkan orang yang saleh pun dapat tersandung, tetapi juga bahwa selalu ada kesempatan untuk memperbaiki jalan dan memperkuat fondasi iman.
Konten ini dibuat untuk tujuan informatif berdasarkan Kitab Suci.