2 Tawarikh 18: Rahasia Perang dan Nasihat Palsu

"Selama beberapa tahun ia bersekutu dengan raja Israel. Lalu setelah tiga tahun ia mengunjungi Ahab, raja Israel. Maka Ahab menyembelih banyak domba dan lembu untuknya, lalu membujuknya untuk maju berperang ke Ramot-Gilead." (2 Tawarikh 18:2-3)
Simbol persekutuan dan kesepakatan

Lambang kesepakatan yang rapuh

Kisah dalam 2 Tawarikh pasal 18 membuka tirai mengenai aliansi politik dan konsekuensi yang mengikutinya, terutama yang melibatkan Raja Ahab dari Israel dan Raja Yosafat dari Yehuda. Hubungan antara kedua kerajaan ini sering kali diwarnai oleh ketegangan, namun kali ini, Yosafat memutuskan untuk menjalin persekutuan erat dengan Ahab. Hubungan ini bukan hanya sekadar tanda persahabatan, melainkan berujung pada kesepakatan untuk melakukan ekspedisi militer bersama.

Persekutuan yang Mengundang Bahaya

Ahab, raja Israel yang dikenal karena kesesatannya dan pengaruh buruk istrinya, Izebel, berhasil memikat Yosafat. Yosafat, yang pada dasarnya adalah raja yang berusaha menempuh jalan Tuhan di Yehuda, tampaknya dibutakan oleh daya tarik politik atau mungkin kebutuhan militer. Ia mengunjungi Ahab, dan sebagai tanda keramahtamahan yang luar biasa, Ahab menyajikan perjamuan besar, menyembelih banyak ternak. Dalam suasana yang tampaknya bersahabat, Ahab mengajukan proposal krusial: Yosafat harus bergabung dengannya dalam perang melawan Siria di Ramot-Gilead.

Ayat-ayat ini menggarisbawahi betapa mudahnya pengaruh buruk dapat merusak prinsip-prinsip yang baik. Yosafat, meskipun memiliki niat yang baik, menempatkan dirinya dalam posisi yang rentan. Persekutuan dengan raja yang jelas-jelas menyimpang dari jalan Tuhan adalah langkah yang berisiko. Ini adalah pengingat bagi kita semua tentang pentingnya memilih teman dan sekutu dengan bijaksana, terutama ketika hal itu dapat memengaruhi kesetiaan kita kepada Tuhan.

Nabi-Nabi Palsu dan Kebenaran yang Dibengkokkan

Sebelum berangkat perang, Yosafat dengan bijaksana meminta untuk menanyakan kehendak TUHAN terlebih dahulu. Permintaan ini adalah momen krusial yang menunjukkan bahwa di balik kemudahan persekutuan, Yosafat masih memiliki sisa-sisa kesadaran akan pentingnya Consulta il Signore (meminta petunjuk Tuhan). Namun, apa yang ditemuinya bukanlah suara kebenaran yang murni. Ahab mengumpulkan sekitar empat ratus nabi, dan semuanya memberikan ramalan yang sama: maju dan menanglah, sebab Tuhan akan menyerahkan musuh ke dalam tanganmu.

Namun, Yosafat merasa ada yang janggal. Ia menanyakan apakah tidak ada lagi nabi TUHAN yang lain. Akhirnya, Mikha bin Yimla dipanggil, seorang nabi yang jelas-jelas tidak disukai oleh Ahab karena nubuatnya yang selalu buruk bagi raja. Ketika Mikha datang, ia pada awalnya mengejek nabi-nabi palsu itu, menyetujui ramalan positif mereka dengan sarkasme. Namun, ketika didesak oleh Yosafat untuk berbicara jujur demi nama TUHAN, Mikha mengungkapkan nubuat yang sebenarnya: Israel akan tercerai-berai seperti domba tanpa gembala, dan Ahab akan terbunuh.

Konsekuensi dari Kebohongan

Respons terhadap nubuat Mikha sangatlah dramatis. Para nabi palsu, yang dipimpin oleh Zedekia bin Kenana, menyerang Mikha dan mengklaim bahwa Roh TUHAN hanya berbicara melalui Mikha. Ahab, dalam kemarahannya, memerintahkan Mikha untuk dipenjara dan diberi makan roti serta air yang sedikit sampai ia kembali dengan kemenangan. Namun, Mikha tetap teguh pada pesannya yang disampaikan oleh TUHAN.

Kisah ini mencapai puncaknya ketika Yosafat, meskipun telah diperingatkan oleh Mikha, tetap memutuskan untuk maju ke medan perang, mungkin karena tekanan atau keyakinan yang keliru. Ahab, untuk menyiasati ancaman pembunuhan, menyamar, sementara Yosafat mengenakan pakaian kebesarannya. Tragisnya, seorang prajurit Siria melepaskan panah secara acak, dan tepat mengenai celah baju zirah raja Israel, yaitu Ahab. Ia tewas di medan perang, persis seperti yang diramalkan oleh Mikha bin Yimla.

2 Tawarikh 18 mengajarkan kita pelajaran berharga tentang bahaya persekutuan dengan kejahatan, godaan nabi-nabi palsu yang menyenangkan telinga, dan konsekuensi mengerikan dari mengabaikan suara kebenaran TUHAN. Peristiwa ini menjadi peringatan bahwa kejujuran dan kesetiaan kepada Tuhan jauh lebih berharga daripada aliansi duniawi yang rapuh dan ramalan palsu.