Ayat 2 Tawarikh 21:5 ini menjadi titik tolak krusial dalam narasi kehidupan Raja Yosafat. Pada usia yang relatif muda, 35 tahun, ia dinobatkan sebagai raja dan memimpin Kerajaan Yehuda selama lima belas tahun penuh. Pertanyaannya kemudian, bagaimana masa pemerintahan Yosafat yang dimulai dengan catatan positif ini kemudian berujung pada kemunduran spiritual dan konflik yang melanda kerajaannya?
Yosafat dikenal sebagai raja yang awalnya teguh berpegang pada ajaran Tuhan. Ia melakukan reformasi besar-besaran, menyingkirkan patung-patung berhala, dan memerintahkan rakyatnya untuk berpegang teguh pada Taurat TUHAN. Ia bahkan mengirimkan para pengajar untuk mengajarkan hukum Tuhan ke seluruh kota di Yehuda. Keberhasilan militer dan kemakmuran Yehuda pada masa awal pemerintahannya adalah bukti nyata berkat Tuhan atas ketaatannya.
Namun, seiring berjalannya waktu, ada perubahan halus namun signifikan dalam arah Yosafat. Perjanjian yang ia buat dengan Ahab, raja Israel Utara, merupakan awal dari kesalahan strategisnya. Perjanjian ini melibatkan pernikahan putranya, Yoram, dengan putri Ahab, Atalya. Ini adalah langkah politik yang mengkhawatirkan, mengingat Ahab adalah raja yang sangat jahat dan mendorong penyembahan Baal di Israel. Yosafat tampaknya mengesampingkan peringatan ilahi demi aliansi politik.
Perjanjian inilah yang kemudian membuka pintu bagi pengaruh asing dan lebih buruk lagi, pengaruh jahat ke dalam garis keturunan Daud. Pernikahan Yoram dan Atalya adalah benih dari malapetaka yang akan datang. Yosafat, yang pernah begitu tegas dalam imannya, mulai berkompromi. Ini adalah pengingat kuat bagi kita bahwa bahkan orang-orang yang saleh pun bisa tergelincir ketika mereka mulai membuat keputusan yang tidak sejalan dengan firman Tuhan, terutama ketika keputusan tersebut didorong oleh pertimbangan duniawi seperti politik atau ekonomi.
Masa pemerintahan Yosafat, yang dimulai dengan terang, perlahan-lahan dirundung bayangan. Kesalahan dalam memilih sekutu dan membangun aliansi yang tidak kudus akhirnya membawa kehancuran. Kisah Yosafat menjadi sebuah studi kasus yang mendalam tentang bagaimana kompromi spiritual dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi seluruh bangsa yang mereka pimpin. Ayat ini, 2 Tawarikh 21:5, meskipun terdengar sederhana, menyimpan narasi tentang awal mula seorang raja yang kemudian terjerumus ke dalam kesalahan fatal yang membentuk jalannya sejarah Yehuda.
Ketaatan Yosafat di awal masa pemerintahannya menunjukkan potensi besar yang dimiliki oleh orang yang takut akan Tuhan. Namun, kegagalannya untuk terus menerus menjaga integritasnya dalam menghadapi godaan dan tekanan duniawi menunjukkan kerapuhan manusiawi. Pengalaman Yosafat mengajarkan kita pentingnya kewaspadaan spiritual yang berkelanjutan, menolak kompromi sekecil apa pun yang dapat menjauhkan kita dari jalan kebenaran, dan untuk selalu mengutamakan kekudusan di atas semua pertimbangan lain.