Ayat 2 Tawarikh 25:6 menggambarkan sebuah tindakan strategis yang dilakukan oleh Raja Amazia dari Yehuda. Dalam upaya untuk menghadapi musuhnya, yaitu orang Edom, Amazia membuat sebuah keputusan besar yang melibatkan penggunaan kekuatan militer dari Kerajaan Israel Utara. Keputusan ini, meskipun tampak pragmatis dari sudut pandang militer, memiliki implikasi yang lebih dalam terkait dengan imannya dan hubungan antara Kerajaan Yehuda dan Israel.
Amazia menyadari kebutuhan akan pasukan yang kuat dan siap tempur. Ia tidak ragu untuk menginvestasikan sumber daya yang signifikan, yaitu seratus talenta perak, untuk menyewa seratus ribu prajurit Israel. Angka ini sangat besar, menunjukkan ambisi dan keseriusannya dalam menghadapi ancaman tersebut. Di zaman itu, memiliki pasukan sebanyak itu merupakan keunggulan taktis yang luar biasa, yang diharapkan dapat menjamin kemenangan.
Namun, di balik keputusan ini tersembunyi sebuah peringatan. Para nabi, yang sering kali menjadi suara Tuhan di tengah umat-Nya, sering kali mengingatkan umat Israel tentang pentingnya mengandalkan Tuhan semata, bukan kekuatan asing atau sekadar jumlah pasukan. Menyewa tentara dari Israel Utara, yang pada saat itu telah menyimpang dari jalan Tuhan dan menyembah berhala, merupakan sebuah langkah yang secara rohani berisiko. Ini menunjukkan bahwa fokus Amazia mungkin lebih pada kekuatan manusia daripada pada pertolongan Ilahi.
Kisah ini juga menggarisbawahi adanya perpecahan antara Kerajaan Yehuda (selatan) dan Kerajaan Israel (utara) setelah masa Salomo. Meskipun mereka adalah keturunan Abraham yang sama, secara politik dan spiritual mereka telah berjalan di jalur yang berbeda. Amazia, sebagai raja Yehuda, memilih untuk menggunakan jasa tentara dari kerajaan yang secara teologis terpisah dari dirinya.
Tindakan Amazia ini mengingatkan kita bahwa strategi dan kekuatan militer memang penting dalam dunia yang penuh tantangan. Namun, sebagai orang yang beriman, kita dipanggil untuk menyeimbangkan antara persiapan dan iman. Apakah kita mengandalkan kekuatan kita sendiri, sumber daya kita, atau pada akhirnya kita bersandar pada Tuhan yang Maha Kuasa? Ayat ini mengajarkan bahwa meskipun kita boleh menggunakan alat dan strategi yang tersedia, fondasi iman kita tidak boleh goyah. Kemenangan sejati tidak hanya datang dari jumlah pasukan, tetapi dari hati yang teguh mengimani Tuhan.
Kisah kelanjutan Amazia menunjukkan bahwa akhirnya ia memang memperoleh kemenangan atas orang Edom. Namun, kemenangan ini datang dengan harga tertentu, dan perjalanannya kemudian penuh dengan tantangan lain yang berakar pada keputusan-keputusan yang dibuatnya, termasuk keputusan untuk menyewa tentara Israel. Pelajaran dari 2 Tawarikh 25:6 adalah pengingat abadi: persiapkan diri kita, gunakan sumber daya dengan bijak, tetapi jangan pernah lupakan sumber kekuatan tertinggi kita, yaitu Tuhan.