"Dan segala perbuatan Uzia, dari mula sampai akhir, ditulis oleh nabi Yesaya bin Amos, tentang kekuasaannya dan tentang caranya memerintah, serta tentang segala perbuatan yang saleh dan yang jahat."
Kisah Raja Uzia dari Yehuda, sebagaimana dicatat dalam 2 Tawarikh pasal 26, memberikan gambaran yang kaya tentang seorang penguasa yang dianugerahi kekuatan dan hikmat ilahi. Ayat 22 secara khusus menyoroti pentingnya pencatatan sejarah yang akurat, dengan menyatakan bahwa seluruh perjalanan hidup dan pemerintahan Uzia direkam oleh nabi besar, Yesaya. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya peduli pada tindakan-Nya dalam kehidupan seorang raja, tetapi juga pada bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut diwariskan kepada generasi mendatang melalui saksi yang dapat dipercaya.
Kekuatan Militer dan Kemajuan Teknologi
Di bawah kepemimpinan Uzia, Kerajaan Yehuda mengalami masa kejayaan yang luar biasa. Ayat-ayat sebelumnya dalam pasal ini merinci berbagai pencapaiannya. Ia memperkuat Yerusalem dengan membangun menara-menara dan tembok yang kokoh, serta mempersenjatai pasukannya dengan alat-alat perang yang canggih, termasuk busur dan perisai. Uzia juga mengembangkan sektor pertanian dengan menggali banyak sumur dan membangun tangki-tangki air, yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan kerajaannya. Keberhasilan militernya sangat menonjol, dengan catatan bahwa ia mengalahkan musuh-musuh Yehuda, seperti orang Filistin, Amon, dan orang-orang Arab, serta memperluas wilayah kekuasaannya.
Dedikasi Kepada Tuhan dan Risiko Kesombongan
Namun, kisah Uzia tidak hanya tentang kekuatan duniawi. Ayat-ayat lain dalam pasal 26 juga menekankan kesalehannya kepada Tuhan. "Dan Uzia berbuat apa yang benar di mata TUHAN, sesuai dengan segala yang telah dilakukan ayahnya Amazia." (2 Tawarikh 26:4). Ia mencari Tuhan di masa mudanya dan diberkati. Ia juga memimpin ibadah dan pembangunan rohani, termasuk perbaikan Bait Suci. Namun, seperti banyak pemimpin besar lainnya, Uzia akhirnya jatuh karena kesombongan. Ketika ia mencoba masuk ke Bait Suci untuk membakar kemenyan, sebuah hak istimewa yang hanya diperuntukkan bagi para imam, ia dihukum dengan penyakit kusta. Ini adalah pengingat pahit bahwa bahkan kesuksesan terbesar pun tidak menjamin kekebalan dari dosa.
Pelajaran dari Pencatatan Sejarah
Kembali ke ayat 22, penekanan pada Yesaya sebagai pencatat sejarah Uzia sangat penting. Ini menunjukkan bahwa kebenaran dan keadilan ilahi tidak hanya terlihat dalam tindakan raja itu sendiri, tetapi juga dalam bagaimana kisah hidupnya ditafsirkan dan diajarkan. Yesaya, sebagai nabi yang diutus Tuhan, memberikan perspektif ilahi atas pemerintahan Uzia, mencatat baik keberhasilan yang diberkati maupun kegagalannya yang tragis. Hal ini mengajarkan kita tentang pentingnya integritas dalam pencatatan sejarah dan bagaimana cerita-cerita masa lalu dapat menjadi pelajaran berharga bagi masa kini dan masa depan. Kisah Uzia adalah bukti bahwa kekuasaan tanpa kerendahan hati dapat membawa kehancuran, sementara kesetiaan kepada Tuhan, bahkan di tengah tantangan, akan mendatangkan berkat.
Melalui ayat 2 Tawarikh 26:22, kita diingatkan bahwa Tuhan memperhatikan setiap detail kehidupan pemimpin, dan bahwa kesaksian yang jujur, bahkan tentang kesalahan, adalah bagian dari kehendak-Nya. Peninggalan Uzia, sebagaimana dicatat oleh Yesaya, menjadi warisan untuk kita renungkan: tentang bagaimana kekuatan sejati terletak pada hikmat dan kesetiaan kepada Sumber segala kekuatan.